Sengketa di Layout Tempelan

IDENTITAS (Pernah) Dua Wajah (5) 
Oleh Maqbul Halim

Sebelumnya, saya sempat menyebut ada sisa ketegangan di dapur redaksi Identitas saat hari berangkat raker ke Bantimurung. Seorang senior dan juga petinggi Identitas, merasa dirinya dizalimi. Senior ini sudah ber-Identitas lebih dahulu 4 tahun daripada saya sendiri. Di kesempatan itu, dia menuding adik-adiknya yang masih berstatus reporter magang, telah berbuat zalim pada dirinya. Dia memprotes perlakuan tersebut, namun sepertinya dia tidak ingin frontal. Saya tidak menyangka ia hanya mengeluh seperti itu. Bukan waktaknya yang seperti itu. Kalau ada kata yang tidak tepat namun tidak meleset jauh untuk menggambarkan sosoknya, saya pilih kata angker. 

Peran senior ini sangat strategis, karena bertugas sebagai produser, terutama saat proses pra cetak Identitas di percetakan Sulawesi Jln Mappanyukki. Selain sebagai produser, dia juga masih aktif meliput dan menulis berita sebagai reporter. Kalau dia sudah turun meliput, saya dan teman-teman sesama reporter magang, kadang harus kehilangan jatah tugas lapangan.  

Pada waktu itu, penataan wajah Identitas cetak masih menggunakan Lay Out tempel. Naskah berita diprint-out dalam bentuk naskah memanjang (mirip struk belanjaan sekarang), lalu panjangnya dipenggal untuk ditempel sesuai ruang kosong yang tersedia. Naskah ini kadang hanya menempati satu kolom, kadang 4 kolom, serta sangat bergantung pada pajang ruang kosong yang tersedia. 

Senior yang satu ini, kerap bertindak melebihi tindakan sewenang-wenang, yakni semena-mena. Tindakannya otoriter pada saat itu, terutama di saat yang sangat sempit, sehingga sulit untuk dicegah. Di percetakan, ia bisa dengan leluasa mencopot naskah yang sudah ditempel di dummy, lalu menggantinya dengan naskah hasil liputannya sendiri. Pencopotan ini terjadi kurang dari dua jam sebelum pelat naskah dipasang (plug in) di silinder mesin cetak. Beliau selalu menerapkan prinsip keterlanjuran. Ia percaya bahwa bubur yang sudah terlanjur, tidak bisa dikembalikan menjadi nasi. Naskah yang sudah terlanjur berputar di mesin cetak, tidak bisa diedit lagi, tidak bisa diubah tata letaknya. Sisi baiknya, Sang senior hanya melakukan ini pada naskah berita yang dibuat oleh repoter magang, tidak bagi naskah berita dari reporter organik dan senior Identitas.

Ulah otoriter ini selalu menyisakan rasa sedih mendalam bagi kami reporter magang. Soalnya, kami batal mendapat honor kecil karena artikel berita kami tidak dimuat. Sebagian menganggap ini bukan masalah penting. Tapi honor kecil itu sangat penting bagi kami. Bisa jadi karena honor kecil itu nanti, kami melakukan reservasi meja warung makan seafood di pinggir jalan Pintu Dua Kampus Tamalanrea. Kami yakin dengan reservasi itu, karena telah melihat sendiri naskah artikel berita kami sudah tertempel di dammy Identitas. Kami mungkin reservasi untuk beberapa teman yang kami pilih untuk ditraktir. Mungkin pemilik warung juga sudah order bahan dapur pada langganannya di pasar karena reservasi kami. Lagi pula, mungkin meja dan kursi yang kami akan gunakan di warung pinggir jalan itu nanti, juga sedang diperbaiki terlebih dahulu, agar kami tidak kecewa. Cerita hayalan reservasi ini bisa panjang, dan karena itu, ini juga masalah kalau cerita ini diperpanjang. Jadi, kita setop saja dulu, kita lanjut ke cerita kita di atas.  

Kembali lagi, kesalahan kami adalah karena meninggalkan percetakan sebelum melihat dammy itu dilekatkan di atas pelat naskah, dan pelat itu sudah terpasang di silinder mesin cetak. Belum aman sampai di sini, kami masih harus bersabar, memastikan mesin cetak sudah berputar dan lembar hasil cetakannya keluar dari mesin, yang mana kami dapat melihat, memegang, dan meraba naskah artikel kami itu pada lembaran hasil cetakan itu. 

Seharusnya, begitu caranya untuk mengamankan honor kecil kami, entah dari Kampusiana atau Kronik. Kadang juga terjadi, kami kelelahan menjaga percetakan, karena mekanik mesin cetak tidak jelas kapan muncul di ruang mesin percetakan. Kadang karena lelah menunggu, kami pun rehat dulu di tempat lain. Setelah kami datang kembali beberapa menit kemudian, ternyata mesin cetak sudah berputar, dan bukan naskah berita kami yang dicetak. Yang seperti inilah yang kerap menjadi kesedihan bagi reporter magang. Bukan nasi di piring kami yang jadi bubur, naskah sang Senior yang dimuat. Honor kecil tetap hanya khayalan. Naskah berita kami pasti digusur oleh berita dan peristiwa terbaru pada edisi berikutnya. 

Kita berhenti soal sang senior di percetakan. Setelah penetapan redpel baru dan lalu dilanjutkan dengan rencana agenda raker di Bantimurung, timbul lagi problem lazim. Beberapa reporter magang yang sudah meliput dan membuat artikel berita, ternyata artikel itu tidak muncul lagi pada koran Identitas yang baru saja selesai dicetak. Sang senior kembali jadi tertuduh. Sebagian besar reporter magang merespon. Mereka berkumpul dan berkonsolidasi di sekretariat Identitas lantai 6. Reporter magang sepakat menjatuhkan sanksi kepada Sang Senior. Reporter magang juga memaksa redpel baru untuk memperkuat penerapan sanksi itu. Entah apa yang ada di benak redpel yang baru, ia setuju saja. Termasuk setuju terhadap sanksi itu untuk diterapkan sebagai dokumen resmi Identitas. 

Sanksi di atas memuat dua hal. Pertama, Sang Senior tidak dibolehkan lagi menjalankan tugas sebagai produser, dengan cara tidak boleh lagi datang atau muncul di percetakan, bahkan sampai mendekati lokasi percetakan sekalipun. Untuk yang satu ini, tidak ada batas waktu. Kedua, Sang Senior diminta membiarkan raker Identitas di Bantimurung berlangsung tanpa kehadiran dirinya. Reporter magang waktu itu berdalih bahwa sang senior bisa mengendalikan situasi raker yang bisa menyebabkan keadaan berbalik, justru reporter magang-lah yang dijatuhi sanksi. Pokoknya, macam-macamlah argumen yang disusun untuk mencegah agar sang Senior ini tidak muncul di Bantimurung.  

Kepada saya, Sang Senior berujar bahwa dia tidak akan datang ke raker akibat perbuatan para reporter magang itu, yang memberikannya sanksi. Sanksi itu illegal, katanya. Undangan menghadiri raker memang sudah disampaikan kepada semua kru dan senior Identitas, termasuk untuk Sang Senior. Saat saya menemuinya di PKM untuk mengkofirmasi kesediaannya hadir di Bantimurung, dia memastikan bahwa sanksi itu illegal. Namun demikian, dia sudah putuskan tidak akan datang ke Bantimurung. Dia enggan datang bukan karena sanksi illegal itu, melainkan bahwa dirinya juga punya urusan media di luar kampus, suatu urusan yang lebih penting dan butuh perhatian serius darinya. 

Waktu terus berjalan, kami sudah berada di hari, dimana kru dan senior Identitas akan berangkat ke Bantimurung. Suasana pagi di sekretariat Identitas menjadi ramai, lebih cepat dari biasanya. Terdengar perbincangan ringan, kadang disertai canda tawa di antara mereka, dari senior-senior, radaktur, dan pimpinan yang sudah berkumpul. Asyik mendengar mereka berbincang. Tema perbincangannya hidup, serta membangkitkan inspirasi. Keadaan mejadi lain-lain setelah beberapa dari mereka sampai mengeluhkan Sang Senior yang diberi sanksi dan menyebut pemeberian sanksi itu sebagai tindakan konyol. 

Mungkin karena waktu untuk membahas sanksi ini sudah kasip menuju pemberangkatan, protes ini tidak menjalar dan membesar. Memang tidak berlanjut, namun pemberangkatan terhambat. Istilah kalau di bandara, Delay. Syukurnya, semua yang berkumpul pada pagi itu telah mengkonfirmasi kesediaanya berangkat, kecuali Sang Senior tadi karena sejak sehari sebelumnya sudah menyatakan tidak bersedia. Sembari beringsut ke pakiran rektorat Unhas, sebagian dari mereka tetap menuntut suatu penjelasan tentang sanksi tersebut, dengan intonasi bicara yang menekan. Kelompok ini memandang raker hari itu tidak lebih penting daripada penjelasan mengenai sanksi tadi. Inilah yang saya sebut tadi, ada sisa ketegangan yang menyebabkan rombongan Identitas di bus telat berangkat ke Bantimurung. 

Di Bantimurung, saya baru menyadari kenapa tuntutan petinggi Identitas tentang sanksi itu tidak membesar pada pagi hari sebelum berangkat di Kampus. Mereka rupanya menyimpan semua protes itu untuk melakukan tekanan sepanjang forum raker berlangsung. Arus lintas perdebatan dalam forum raker menampakkan adanya dua arus utama, senior-senior, alumni dan petinggi sebagai salah satu kubu, dan kubu lainnya adalah yang menguasai redaksi (redpel, redaktur, reporter, reporter magang, fotografer, layouter, dan lainnya). Saya lupa apa subtansi yang mereka perdebatkan, tapi saya ingat waktu itu, apa pun yang diperdebatkan, pasti perdebatannya sengit. Meskipun sengit dan alot, namun tidak saling menunggu ada yang bakal keok, lalu bersorak. Tidak seperti itu juga. 

Karena forum kehilangan kendali, maka pembahasan mengenai rencana kerja hampir tidak dibicarakan. Lembar kerja yang saya bagikan, tidak menjadi perhatian prioritas. Yang prioritas dibahas oleh dua kubu justru masalah yang tidak ada kaitannya dengan rencana kerja, seperti ada wartawan senior Identitas yang tidak pernah menulis dalam sebulan. Atau, ada kru setelah namanya masuk tercetak di Box Redaksi, justru tidak pernah lagi beraktivitas di Identitas. Dan, masih banyak lagi.

Akibat perdebatan yang alot, sengit, dan kursir itu, kami semua tidak sadar bahwa hari sudah mendekati petang, gelap. Tetamu pengunjung Bantimurung sedang bergerak beranjak pergi, beranjak pulang. Suara jangkrik, serangga Tonggeret (Orang Makassar menamai suara Nyengnyeng), dan hewan primata di hutan lamat-lamat mulai terdengar dan makin nyaring. Pendar cahaya kurang-kurang mulai berhamburan di udara dalam keremangan senja. Tikar pandan yang ditinggalkan pengunjung di tepi air terjun dan sungai, mulai digulung dan dirapikan petugas. Pantulan cahaya senja di ujung atas tebing bukit sebelah timur, dan awan di atas pucuk bukit bantimurung, pelan-pelan cahayanya berubah menjadi warna oranye. Lampu bohlam gasebo yang rendah watt, mulai terasa terang akibat kepungan gelap yang makin pekat. Dahan dan dedaunan pohon terlihat memulai istirahatnya. Bunyi gemericik air di bebatuan sungai dan desau air terjun yang jaraknya hanya 50 meter dari gasebo, makin terasa. 

Makassar, 20 Desember 2024

Komentar

Populer

Lintasan Politik MAQBUL HALIM

Trend Positif Ekstrim Andi SETO Bakal Kubur Impian MULIA

Obral-Kata: Kotak-kotak di Pilgub Sulsel 2024

Melintasi Mimbar Bebas

Majalah Dinding BOM-GER

Prediksi Choel-Cuya Persis Sama Hasil Undian KPU Makassar: SEHATI dan MULIA