Tiba di Identitas

IDENTITAS (Pernah) Dua Wajah (2)

Oleh Maqbul Halim


Kembali ke forum Mimbar Bebas di kampus, ada semacam wujud 'dejavu' ketika menjadi bagian dari gerakan perlawanan mahasiswa Unhas di kampus Tamalanrea ini. Saya seperti kembali ke rumah yang membesarkanku belasan tahun sebelumnya di Belawa itu. Seperti sebuah bangunan, konsep bangunan diriku yang sebenarnya mungkin akan menjadi utuh di dunia aktivisme ini. Wacana perjuangan dan perlawanan menjadi jiwa yang menghidupi keberadaanku di kampus Tamalanrea. Ibarat sebuah kerinduan, para aktivis senior dan tema-tema perlawanan yang sedang hidup kala itu, telah menjadi pengobat rindu pada diriku yang baru saja menjadi warga aktivis mahasiswa Kampus Tamalanrea. 


Namun suatu saat, saya mendiamkan diri dan berdiskusi dengan diriku sendiri dalam ketenangan, dengan pikiran yang agak lebih bebas. Saya ingatkan diriku, bahwa saya pernah menyebut Identitas sebagai tujuanku, saat memasuki etape mahasiswa Unhas. Forum Mimbar Bebas dan aktivisme kampus hanyalah cara untuk menemukan surat kabar kampus Identitas, terutama setelah menyandang status mahasiswa Unhas. Boleh dikata, saya hampir menjadi pemukim permanen di dunia aktivisme dan forum Mimbar Bebas tersebut, jika tidak segera mengingat Identitas. 


Meski demikian, berkat forum Mimbar Bebas dan dunia aktivisme itu, saya mendapati hawa tekanan konsep NKK/BKK yang masih di kampus Unhas Tamalanrea, khususnya di awal saya menjalani kuliah. Setiap wacana yang mengandung tendensi NKK/BKK atau militer/Orde-Baru, akan dibalas dengan reaksi keras oleh mahasiswa Unhas di kampus Tamalanrea. Karena itu, bermunculanlah momen-momen seperti aksi Mimbar Bebas tadi, mahasiwa bebas berorasi di podium-podium kampus, membahana disaksikan di tengah kerumunan mahasiswa.


Justru, forum Mimbar Bebas itu memberiku kesempatan untuk berkenalan dengan beberapa wartawan Identitas. Saat yang sangat indah adalah saat nama Maqbul Halim disebut sebagai salah satu orator pada berita ikhwal mimbar bebas kampus yang ditayangkan pada edisi cetak Identitas. Diam-diam, saya membanggakan diriku sendiri. Beberapa hal sebagai perkembangan yang menyusul terjadi setelah itu, yakni saya menjadi penulis opini, cerpen, dan puisi untuk Identitas. 


Surat kabar kampus ini menyambutku penuh kehangatan, sembari saya masih tetap menoleh ke belakang menatap forum Mimbar Bebas, yang akan segera berlalu dalam aktivitas keseharianku di Kampus Tamalanrea. Seorang senior bernama Anil Hukma yang di kemudian waktu saya mengetahuinya sebagai redaktur pelaksana (Redpel) Identitas, meminta saya untuk mengantar surat dari redaksi Identitas yang ditujukan kepada Andi Ishak Abdullah sebagai ketua Senat Mahasiswa (SEMA) Fakultas Ilmu Komunikasi Unhas. Senior mahasiwa perempuan angkatan 90 jurusan Ilmu Komunikasi ini rupanya sudah mengenalku karena telah beberapa kali tampil sebagai orator Mimbar Bebas.


Saya mengatahui pada waktu itu, ada hal aneh pada surat yang ditipkan kepada saya itu. Di Unhas, tidak ada yang namanya Fakultas Ilmu Komunikasi, melainkan hanya ada Fakultas Fisip dimana salah satu jurusan di bawahnya adalah Jurusan Ilmu Komunikasi. Oleh Anil yang juga mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi yang seangkatan dengan Andi Ishak Abdullah berujar bahwa biarkan saja surat ini memperkuat pemisahan jurusan Ilmu Komunikasi dari Fakultas Fisip (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik). 


Saya kaget, karena selain sebagai penulis dan penyair kampus, Anil juga ternyata bisa berperan sebagai provokator. Kala itu, Identitas akan mengagendakan diskusi yang menghadirkan seluruh ketua SEMA fakultas. Konyolnya, Identitas mengundang ketua Himpunan KOSMIK (Korps Mahasiswa Ilmu Komunikasi) sebagai Ketua SEMA Fakultas Ilmu Komunikasi, sementara ketua SEMA Fisip Imran Tahir tidak diundang. Apapun yang terjadi antara SEMA Fak Ilmu Komunikasi dan SEMA Fisip, perhatianku hanya tertuju pada senior perempuan Anil Hukma. 


Saya berpikir, senior Anil ini adalah titik stategis bagi misiku menuju Identitas. Saya merasa (ge-er), senior Anil mungkin telah memperhatikanku di arena mimbar bebas, dan keterlibatanku pada kelompok diskusi kritis di Kampus Tamalanrea. Mungkin Ani yang bersuamikan budayawan senior dan aktivis ITB Bandung Rul Sandre ini juga rutin menyimak artikel singkat karyaku di Majalah Dinding BOM-Ger di bilangan gedung FIS kampus Unhas Tamalanrea. Pada saat yang sama, saya juga makin banyak membuat artikel opini, cerpen, dan puisi yang dimuat di Identitas. 


Seperti yang telah saya ulas pada ruang lain sebelumnya, ada sebuah majalah dinding di gedung FIS III Unhas BomGER yang kerap memberiku inspirasi untuk lebih produktif sebagai penulis di Identitas. Kemudian, kalau saya tidak salah ingat, akhir 1994, dan setelah menjadi junior yang baik pada senior Anil, saya lalu direkrut menjadi wartawan magang di koran kampus ini. Saya makin akrab dengan senior Identitas seperti Mulawarman, Sukriansyah S Latif, Moch Hasymi Ibrahim, Aslan Abidin, Andi Wahyuddin Jalil, Dahlan Dahi, Mukhlis Amans Hady, Dahlan Abubakar, Tomi Lebang, Erni, Hurriah Ali Hasan, Asis Lihawa. 


Model saya bergabung dengan Identitas, mungkin sama juga yang dialami teman-teman wartawan magang lain seangkatanku. Ibarat manajemen tim pemain sepak bola, Identitas mungkin juga punya tim pencari bakat yang menyasar seluruh sudut kampus untuk menemukan mahasiswa aktivis-aktivis berbakat dan tertarik menjadi kru Identitas. Salah satu spesifikasi yang diperlukan Identitas waktu itu, mungkin kebetulan ada juga pada saya, misalnya suka teriak-teriak di mic atau pengeras suara warles pada forum-forum seperti Mimbar Bebas. Syawaluddin Arif mungkin juga terjaring pada spesifikasi ini. 


Di angkatan magang saya, terhimpunlah mahasiwa aktivis yang sedang naik daun, antara lain Supa Atanna (Satra/Budaya), Rahmat Roy (Kedokteran), Amiruddin Pallawa Rukka (Teknik), Abdul Herah HR (FKG), Salman RM (Teknik), Salma Tajang (Sastra/Budaya), Syawaluddin Arif (Kelautan), Salvia Ika Padmasari (Sastra/Budaya), saya (Fisip), Nia Kurniasih (Pertanian), Jupriadi yang kini telah mengubah namanya secara legal menjadi Upi Asmaradhana (Fisip) dan Mirwan BZF (Fisip).  

 

Instruktur magang antara lain Anil Hukmah, Amril Taufik Gobel, M Arif, Rusman Madjulekka, Farid Ma'ruf Ibrahim, Azis Lihawa, Andi Ajramurni, Nasrul Alam Azis, dan lainnya. Penanggung jawab Identitas dari pihak rektorat adalah Akib Halede sebagai Pemimpin Redaksi (Pemred), direktur penerbitan Andi M. Sapri Pamulu, dan Redaktur Pelaksana (Redpel) adalah Anil Hukma. Jabatan Redpel sangat sangat strategis secara keredaksian karena pemred dari pihak rektor hanyalah simbol belaka. Karena itu, kebijakan editorial dilaksanakan sepenuhnya oleh redpel. 


Saat pertama saya bergaul sebelum direkrut melalui permagangan, Identitas masih berkantor di ruangan yang sama dengan ruang staf Humas, yakni salah satu ruangan lantai dua rektorat, dimana kita dapat memandang lurus ke gedung PKM (Pusat Kegiatan Mahasiswa). Pada lantai itu, Pembantu Rektor 2 bidang akademik dan 3 bidang kemahasiswaan (sekarang bernama Wakil Rektor) juga berkantor. 


Di ruangan Humas inilah saya mulai akrab Dahlan Dahi dan Tomi Lebang. Dahlan meliput untuk harian Surya di Surabaya dan Tomi Lebang meliput untuk harian Suara Karya di Jakarta. Saya juga mendapat kesempatan berbincang dengan Dahlan Abubakar yang menjabat kepala Humas Unhas, sekaligus wartawan senior Harian Pedoman Rakyat Makassar. Ada juga Arifuddin selaku staf Humas yang kemudian menjadi wartawan kontributor stasiun TV Swasta TPI (Televisi Pendidikan Indonesia). Di ruangan ini, keakraban saya dan Identitas makin terbentuk. 


Saat kemudian saya magang, Identitas pindah berkantor di lantai enam gedung rektorat. Setahun kemudian, Identitas dipindahkan ke gedung perpustaakan lantai satu, tidak jauh dari Pusat Bahasa Unhas. Terakhir ketika saya sudah reda beraktivitas di redaksi, Identitas dipindahkan lagi dan tetap di gedung perpustakaan, namun lebih dekat ke gedung rektorat atau gedung LT-7. 


Selama berkutat di redaksi Identitas, saya kenyang menghadapi masalah, baik di internal keredaksian mapun ekternal keredaksian. Bahkan ada juga masalah di luar kampus Unhas, penyelesaiannya harus di Identitas, yang juga melibatkan saya. Identitas menjadi rumah tempatku mendapatkan ruang efektif untuk berkreasi, tumbuh sebagai penulis amatir, melewati masa-masa sebagai wartawan mengkal, dan sesekali saya menjadikan Identitas sebagai kendaraan menggerakkan perlawanan mahasiswa Unhas terhadap rezim Orde Baru dan militer. 


Ada gelora kemahasiswaan yang hidup dalam diriku di bawah payung keluarga kecil Identitas. Kami sangat suka menggunakan istilah "keluarga kecil" untuk menggambarkan betapa rekat dan dekatnya kami semua di media kampus ini, pendiri, senior alumni, alumni, kru, dan semua entitas di dalam Identitas, semuanya menyatu dalam ruang batin kekeluargaan. Itulah yang saya pahami tentang keluarga kecil tersebut, penggambaran lain dari keluarga inti yang bentuk dan sifatnya sangat ramping dan rekat.


Makassar, 16 Desember 2024



>> Lanjut ke Kontroversi dan Differensi

<< Sebelumnya Melintasi Mimbar Bebas

Komentar

Populer

Lintasan Politik MAQBUL HALIM

Trend Positif Ekstrim Andi SETO Bakal Kubur Impian MULIA

Obral-Kata: Kotak-kotak di Pilgub Sulsel 2024

Melintasi Mimbar Bebas

Majalah Dinding BOM-GER

Sengketa di Layout Tempelan

Prediksi Choel-Cuya Persis Sama Hasil Undian KPU Makassar: SEHATI dan MULIA