Saya Beriklan, karena itu Saya Ada
Sumber Gambar: http://www.lensaindonesia.com/ |
Tekanan yang paling sulit dan berat dialami oleh orang-orang
yang tidak ikhlas adalah ketika kebaikan dan kesalehan dirinya tidak diketahui
orang lain. Mereka telah kerahkan seluruh daya dan tenaganya untuk berbuat
kebaikan. Mereka juga menunda kesenangan diri mereka agar terlihat saleh dan
alim.
Pada saat yang sama, orang banyak ternyata tidak
mengetahuinya. “Orang banyak” ini dapat diistilahkan dengan kata “publik”. Istilah
populernya dalam Bahasa Indonesia adalah “masyarakat”.
Di sini letak krusialnya, kerap masyarakat tidak mengetahui
perbuatan baik itu siapa gerangan. Orang-orang yang berbuat baik ini pun tergiring
ke situasi dimana mereka berada di bawah tekanan jiwa. Mereka mengalami stres,
keadaaan jiwa yang tidak normal.
Kita contohkan saja Petta Congkang, nama rekaan untuk cerita
ini. Pada tingkatan yang lebih gila, Petta Congkang yang stres ini bisa saja lantang
menyalahkan publik. Menyalahkan masyarakat. Karena dari kebaikan Petta Congkang
lah masyarakat menjadi terbantu, mendapatkan manfaat. Tapi masyarakat tidak
tahu diri karena tidak berterima kasi pada Petta Congkang.
Baiklah. Kalau masyarakat tidak berterima kasih atas
kebaikan itu, setidaknya masyarakat mengetahui siapa yang menyumbang! Siapa
yang berbuat sehingga masyarakat terbantu? Tapi ini pun tidak terjadi. Tak satu
pun masyarakat yang tahu bawa bola lampu jalan yang dimanfaatkan oleh
masyarakat pada malam hari itu, misalnya, dibeli sendiri oleh Petta Congkang dengan
uangnya sendiri.
Di sinilah Petta Congkang tidak bisa memahami. Petta
Congkang putus asa berkelakuan baik. Dia kelelahan tampil saleh dan a-gamis
namun masyarakat tetap mempersepsinya sebagai orang lazim. Kita tidak tahu
apakah kemudian Petta Congkang ini memutuskan untuk pergi dari kebaikan, dari
kesalehan, dari kealiman.
Tapi perkaranya adalah kenapa juga Petta Congkang memaksakan
diri jadi baik, peduli, alim dan saleh kalau memang bukan kebiasaan? Ya, kalau
memang itu bukan karakter dirinya!
Jika Petta Congkang ingin diketahui oleh masyarakat bahwa
dirinya orang baik, orang peduli, orang saleh, orang alim, mestinya tidak
dengan cara berbuat baik/menolong. Bukan dengan cara bersikap peduli. Bukan
dengan cara berkelakuan saleh dan alim.
Petta Congkang ini bukan “Homo Marketing” (manusia
pemasaran). Bukankah bisa dilakukan secara efektif dengan beriklan. Dengan
beriklan, kita bisa disebut dermawan tanpa perlu royal menyumbang. Dengan
beriklan, kita bisa dikenal orang baik tanpa berkelakuan baik. Tanpa menjadi
orang alim dan saleh, kita akan dikenal sebagai orang a-gamis/religius.
Berpidato itu adalah iklan. Menasihati itu adalah iklah.
Men-taushiah itu adalah iklan. Selalu bertasbih di depan publik itu adalah
iklan.
Tampilkan sorbanmu di balik lampu Neon, di layar TV LED,
maka masyarakat/ummat akan mengagumimu. Karena sinar Neon dan LED adalah auramu
yang sesungguhnya. Dan jangan lupa, bayar pajak dan retribusinya.
Saya beriklan, karena itu saya ada.
Makassar, 4 September 2015
Komentar