Hawa Nafsu
SUATU petikan pesan-pesan bijak dari Khalifah Islam ke4 Ali
Bin Abi Thalib RA menjadi favorit saya hari ini. Ali RA berpesan, “Kekayaan
adalah sumber hawa nafsu.” Saudara dekat dari kekayaan adalah kekuasaan,
jabatan, tanah (wilayah) dan harta. Hawa nafsu adalah juga suatu keduniawian.
Hawa nafsu adalah energi yang menggerakkan dan mendobrak.
Jika hawa nafsu adalah suatu program yang bergerak, meka kegiatannya adalah penaklukan,
pendudukan, penyerangan, perampasan, perluasan.
Jika hawa nafsu adalah suatu ruang, maka inilah ruang yang
paling luas yang pernah ada. Ruangan hawa nafsu tidak berbatas, tidak pula
terbatas. Meski begitu, Hawa nafsu terus meluas, diperluas, dan memperluas. Membesar
dan diperbesar. Bertambah dan ditambah.
Jika hawa nafsu adalah energi yang harus ditundukkan oleh
agama, mungkin inilah yang dimaksudkan Bruder William dari Baskerville. William
adalah pensiunan inkusitor The Name of Rose (Il nome della rosa), tokoh sentral
dalam memoar seorang novis bernama Adso tentang Biara Melk 1327.
William mengatakan bahwa Kristus tidak datang ke dunia untuk
memerintah. Tetapi untuk tunduk pada kondisi-kondisi dunia, termasuk pada
undang-undang Kekaisaran Romawi. Kristus, kata William waktu itu, tidak ingin
para rasulnya punya wilayah kekuasaan dan lalu memerintah. William yakin bahwa
Kristus ingin para rasulnya dibebaskan dari suatu kekuasaan yang memaksa dan
bersifat duniawi.
Mungkin itulah sebabnya dogma dan dakwah tidak boleh berdampingan
atau berdekatan dengan hawa nafsu. Apalagi sampai berbarengan. Letak hawa nafsu
yang diperkarakan William di sini jelas.
Suatu waktu usai perang monumental di Badar pada 624 M, antara
kafilah Mekkah dan penduduk Madinah, seorang pengikut bertanya kepada Nabi, masih
adakah perang yang lebih besar dari Perang Badar? Nabi SAW menjawab dengan
tenang, yaitu perang melawan hawa nafsu.
Tapi kita juga tahu bahwa Perang Badar itu adalah titik
balik. Nabi SAW meluaskan perannya selain misi kenabian pada titik ini, yaitu
memerintah. Sejak perang itu, menurut Philip K Hitti (2002), sosok Nabi SAW
bergeser menjadi politisi.
Ketika serangan dan penaklukan oleh “Islam” makin luas dan
makin banyak di jazirah Arab, sosok Nabi SAW bergeser menjadi negarawan. Dalam
ekspansi ini, saya tidak tahu dimana letak hawa nafsu: apakah In Other to atau
motive to? Apakah hawa nafsu menjadi tujuan, atau latar belakang? Entahlah
Saya yakin, demokrasi adalah sistem yang dibuat oleh manusia
untuk membatasi dan mengatur hawa nafsu manusia. Sementara kapitalisme disusun
untuk merapikan jalannya hawa nafsu agar lebih terorganisir.
Perjalanan hidup yang paling panjang adalah misi melayani hawa
nafsu.
Makassar, 11 September 2015.
Komentar