Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2007

10 Hari di Manado

Manado, 29 April 2007 Saya baru saja tiba di Makassar dari Manado tanggal 29 April 2007 setelah 10 hari di sana. Beberapa hari lalu saya diundang oleh Yayasan Lestari Manado untuk menjadi Juri pada pengarugerahan LESTARI AWARD 2007. Selain saya, Zohra A. Baso juga diundang. Setiap kali ke Manado, saya selalu terkesan dengan jutaan pohon kelapanya yang tak pernah letih melambaikan nyiurnya. Itu pula mengapa setiap menjelang mendarat (take on) di Bandara International Sam Ratulangi, Manado, saya tak pernah ragu melahap dengan mata lambaian nyiur itu dari balik jendela pesawat. Pohon-pohon itu seakan menyerukan kepada tetamu kota Tinutuan di dalam pesawat yang hendak mendarat ini: "Selamat datang". Kali ini, saya mengunjungi banyak tempat. Salah tempat yang sangat mengesankan saya adalah pulau Bunaken. Tepatnya adalah Taman Nasional Bunaken. Saya sendiri memilih menyebut kawasan itu sebagai hutan Terumbu Karang dengan segala kemolekannya yang belum saya temukan di tempat lain se...

Mahasiswa UMI Biadab

Makassar, Saya berkali-kali berpikir, apa sih point of view sehingga Amarah di UMI itu selalu diperingati setiap tahun? Mereka tidak memperjuangkan apa pun dalam peringatan itu selain sehelai dendam terhadap aparat yang berbuat brutal ketika itu (1996). Ketika musim itu tiba di bulan April tiap tahun, warga Makassar selalu dirundung cemas. Mahasiswa UMI rupanya hanya perkasa di depan kampusnya, Jl. Urip Sumohardjo. Selain itu, Mappajantji Amin yang sedang menjalani perawatan intensif, juga mendapatkan perlakukan yang tidak manusiawi dari mahasiswa UMI yang tengah memperingati AMARAH. Ini logika yang sangat goblok. Momentum kekerasan di kampusnya diperingati dengan tindakan biadab. Menurut saya, kalau pun mereka itu tidak bernurani, cukuplah mempunyai sedikit nalar. Sebuah komunitas di Makassar yang kerap mengedepankan kegoblokan dan kekerasan. Sulit rasanya berpikir bahwa mahasiswa UMI akan mendapatkan simpati dari masyarakat ketika memperingati AMARAH sembari menganiaya pengguna jalan...

Sang Menteri

Gambar
Makassar, 07 Januari 2004 Setiap hari, saya selalu menunggu datangnya kabar itu. Saya sadar, tindakan ini bisa diibaratkan menunggu sinar mentari pagi di sore hari. Sebuah penantian yang nyaris tanpa beda dengan harapan dari sebuah perjudian. Tapi jejak-jejak yang ada telah banyak memberi tahu. Saya menunggu dan hari yang ditunggu hanya perkara waktu yang belum ketemu. Sejak Januari 2006, saya telah memilih keyakinan ini. Sesuatu akan datang, dan beberapa kawan saya mendapati situasi yang buruk. Mereka seperti ayam kehilangan induk. Mereka tiba-tiba terdesak dan harus menghapus jejak perkawannya dengan sang menteri. Sang menteri memang belum menjerit. Ia percaya diri, yakin, tak gentar, kokoh. Hari ini (7/02/06), saya membaca kembali tanda-tanda kabar yang akan tiba itu. Meski saya sendiri tidak tahu, kapan persisnya kabar itu betul-betul tiba. Tapi hari ini, saya memang merasakan desakan itu. Pengacara Daan mendesak KPK agar melanjutkan kasus dugaan korupsi dalam pencetakan kertas seg...