Postingan

Menampilkan postingan dari 2002

Perlu Evaluasi Cara Bangsa Indonesia Berbudaya

Oleh Maqbul Halim Konflik dan kekerasan telah menguras energi bangsa dan menyita waktu begitu banyak. Kesadaran tentang pertalian kebangsaan, darah, keluarga, atau sebagai manusia telah menguap perlahan-perlahan, dan kemudian kesadaran itu berbalik memakan saudara-saudara sendiri. Saudara-saudara yang masih jelas dalam wilayah keluarga sendiri, bangsa sendiri, keluarga sendiri, sesama mahluk Tuhan. Konflik dan Kekerasan memang bisa menjadi proyeksi masa depan bangsa Indonesia: sebuah kultur yang bergerak-berkembang dalam spirit dan motivasi dendam dan sakit hati. Dan memang, konflik dan kekerasan akhir ini seperti luka di atas luka bangsa Indonesia yang belum menunjukkan gerak menuju sembuh. Atau paling tidak mengabarkan kelegaan untuk bernafas. Umumnya tradisi kekerasan sering dijadikan barometer kadar keterdidikan suatu komunitas atau bangsa. Kultur kekerasan biasanya akan mendapatkan permakluman bila hal itu aktual di tengah komunitas atau bangsa yang belum maju dalam pendidikan. Te...

Pesona Kekuasaan

Pesona kekuasaan, tak akan pernah pasrah membuat kalap mata pemangsanya. Pesona kekuasaan adalah tempat duduk, di mana setiap orang yang memilikinya, dapat menyapa setiap orang yang dikehendaki. Juga yang tidak dikehendaki. Katakanlah ia—pesona kekuasaan itu—adalah sebuah kursi. Orang yang mendudukinya, akan secara sengaja dan seksama dalam posisi duduk yang khidmat mengayungkan kaki, untuk menendang atau melangkah ke suatu tujuan misalnya. Pada 1994, rezim kuat Soeharto di bawah panji Orde Baru sungguh terampil memutar roda mesin kekuasaannya. Maka, setelah itu, dengan mata sembab dan hati pilu, bangsa Indonesia menyaksikan TEMPO, DETiK, dan EDITOR terkapar digilas mesin yang berputar di bawah “kursi”. Publik kehilangan mata dan telinga untuk sampai ke realitas dan peristiwa “Indonesia” sesungguhnya. Pers, atau media massa, sebagai mata dan telinga publik untuk mencapai peristiwa yang tak tersedia dalam kesempatan semua orang, meratap di atas ketakberdayaan. Betulkah tidak berdaya? Go...