Postingan

Menampilkan postingan dari 2001

Islam dan Terorisme

“ Injunction to Pray, Instruction to Kill ”. Begitu kalimat judul artikel berita Headline New York Time edisi 29 September 2001 yang ditulis Gustav Niebuhr. Kalimat itu menunjuk pada dua ruang kalimat, dua ruang itu saling terpisah, oleh jarak atau mungkin juga dinding yang nyaris tanpa ketebalan. Setiap agama dalam kitab sucinya, meresikokan larangan membunuh—sungguh lebih sedikit dari jenis pembunuhan itu dikecualikan—bagi kerelaan dan pertaatan dalam beribadah (sembahyang) kepada Tuhan. The New York Times tidak sempat menandai momen Black Tuesday itu. Hancurnya dua menara WTC New York dan sebagian gedung Pentagon Washington akibat serangan “ kamikaze ” teroris adalah sebuah fakta peristiwa. Berangkat dari keperkasaan AS, itu justru sangat illusionis. Tetapi, sebuah fakta peristiwa senantiasa sulit sebagai sebuah illusi. Keniscayaan bagi keperkasaan AS tentu saja menjadi sebuah cita-cita yang terluka manakalah ada fakta yang nyata-nyata telah mereduksi keperkasaan, sebuah faka devia...

Berita Teror Menteror

Maqbul Halim Rangkuman Diskusi dengan Topik “Berita Serangan Teroris pada Media Barat dan Timur”, Sabtu 6 Oktober 2001 di Kantor ëLSIM Makassar. Selasa kelam 11 September di Manhattan, New York, Moh. Atta dan kawan-kawannya mensimulasikan terapi panik tapi indah dan rapi. Nyaris, setiap person dan kelompok, lembaga dan perusahaan, negara dan bangsa, merasa atau mengklaim berpekentingan terhadap akibat serangan itu. “Dunia” pun bersuara lantang menyatakan kutukan dan duka dalam suara yang datar tapi rada-rada emosi. George W. Bush menjerit dalam diamnya mempelototi rekaman tiga pesawat menghujam tiga bagunan monumental di New York dan Washington. Dalam ruang berita media, peristiwa menjadi milik dunia, sekaligus merumuskan musuh dunia. Dalam ruang berita media juga melakukan pembelaan diri sekaligus sesekali melancarkan manuver strick back. Wacana Barat dan Timur membatasi ruang gerak media. Karena dalam urusan Moh. Atta cs dan Bush bersama aliansinya, memang hanya tersaji dua hidangan:...

Mengulang

Gambar
Makassar, September 2001 Soekarno mengintip, ada gerakan subversif sistematis kalangan Neo-Kolonialisme (Nekolim) atau imperialime baru yang berusaha menjungkalkan dirinya dari singgasananya. Reputasi kemasyhuran Soekarno akhirnya redup “terpaksa”. Lalu, Seoharto (berikutnya) mengintip dalam Malari 74 (Malapetaka Januari)—banyak juga pada event lain—ada potensi subversif Orde Lama atau nafas laten PKI. B.J. Habibie berkhotbah tentang rencana makar dalam pertemuan tokoh penggagas Presidium Pengganti rezim Habibie. Gus Dur lebih bernuansa akademis: “….. kalau saya diturunkan, sejarah akan mengenangnya sebagai kudeta perlementer.” Antara Soekarno sampai Gus Dur, ada story board yang terasa ‘goresan tangan tunggal’. Etika mengawetkan kekuasaan di Indonesia adalah sebuah permainan yang telah dilengkapi fasilitas “undo”. Perilaku dapat memundurkan jarum jam dan memodifikasi realitas permanen dalam dimensi waktu. Papan jam sejarah mempunyai 2 jarum pendek: satu indikator genuine, satunya berl...

Berita politik Memang Memikat

Adil Patu: Itu Kasus Hukum, bukan Politik Dugaan keterlibatan Akbar Tanjung dalam skandal Bulog II nampaknya kian memanas. Skandal yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 40 miliar itu, menyedot perhatian banyak pihak. Kalangan media, cetak dan elektronik juga tidak melewatkan peristiwa “emas” ini. Patgulipat di Kejaksaan Agung dan Gedung DPR RI menjadi kiblat sebagian besar isi pemberitaan media seputar skandal yang hampir serupa yang pernah melorotkan reputasi Gus Dur sebagai presiden sebelumnya. Beberapa kalangan melalui media massa memandang bahwa peristiwa ini biasa saja dibanding Baligate dan BLBI. Adanya indikasi bahwa dana untuk keamanan sembako itu mengalir ke pihak tertentu yang terkait langsung dengan kegiatan kampanye Partai Golkar, menyebabkan skandal ini mendapatkan sorotan bergitu luas. Apalagi, dugaan keterlibatan Akbar Tanjung menjadi penting karena statusnya sebagai Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua DPR RI. Lembaga Studi Informasi dan Media Massa (ëLSIM) Makass...

Lopa Mengamuk

Oleh Maqbul Halim (Juli 2001) "Ada aroma politik sangat kental berlindung di balik 'jurus mabuk' Jaksa Agung Baharuddin Lopa dalam menerabas kasus korupsi," politisi di dewan berkeluh dari bibirnya yang gemetar. Lopa mengamuk, seperti kerasukan arwa David Koresh yang membantai puluhan jamaah Jumat di sebuah mesjid Yerusalem. Lopa seperti sengaja melepas tali kendali "perlawanan"-nya. Perlawanan? Perlawanan adalah sebuah rekreasi, begitu indah dan dirindukan, bila berasal dari setitik atau lebih dendam. Sungguh, perlawanan itu merupakan doa. Setiap doa selalu dilengkapi alamat yang jelas: harapan. Di dalam perlawanan, ada panji-panji harapan yang selalu menyumbangkan senyum dan spirit pada keletihan. Sebab, harapan yang paling mendesak dari perlawanan adalah "pelaksanaan" dendam. Kita dapat menyaksikan betapa dekat pelaksanaan dendam dapat digapai dalam perlawanan. Tetapi, perlawanan juga kangkala justru mementalkan harapan itu menjauh. Artinya, men...

Jalan Pintas Berantas Korupsi

Gambar
Oleh Maqbul Halim (Makassar, Maret 2001) Menurut UU No. 28 Tahun 1999, praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) tidak hanya dilakukan antar-penyelenggara Negara melainkan juga antar-penyelenggaran Negara dan pihak lain yang dapat merusak sendi-sendi bermasyarakat, berbangsa, dan seterusnya. Oleh sebab itu, pembasmian dan pemberantasan korupsi (KKN) harus dilakukan dalam segala bentuk dan cara. Korupsi selama 32 tahun masa Orde Baru tanpa perlawanan telah mewariskan sebuah Indonesia, yakni sebuah bangsa, yang cukup sial. Sementara bangsa-bangsa lain tengah bertransformasi dari bangsa yang berbasiskan pembangunan ke suatu wilayah bangsa yang berbasiskan informasi. Sedangkan Bangsa Indonesia melangkah mundur. Itulah efek “maut” dan “nista” korupsi. Sementara upaya legal-formal untuk memerangi korupsi ternyata tidak sekaligus menggilas moral-hazzard yang telah menjangkiti mental bangsa Indonesia. Apalagi, asaz kepastian hukum untuk kasus-kasus korupsi telah banyak menguntungkan para te...

Perempuan Imajiner Dalam Industri Media

Maqbul Halim SEBUAH perdebatan tentang perempuan menyembul secara tiba-tiba di forum itu. Di forum itu, sejumlah manusia yang telah mendeklarasikan diri masing-masing sebagai pejuang anti korupsi—setidaknya, menurut konsideran surat undangan Anti Corruption Committee (ACC) Sulsel yang mereka terima. Sabtu,14 Mei silam di Hotel DELIA Makassar itu, pada yang disebut “forum itu” tadi, serorang peserta memprotes kepada nara sumber. Pasalnya sederhana, pemateri memaparkan list kasus korupsi pejabat berkelamin “jantan” yang berkorelasi positif dengan dukungan dan desakan sang istri—istri, terlepas ia jantan atau betina. Lelaki yang punya kepekaan dan kritis sehinga mengajukan komplen tersebut menilai bahwa si pemateri hendak menuntun audience dengan premis-premisnya hingga tiba pada suatu konklusi: perlu dicermati jejak-jejak langkah perempuan dalam keputusan bertindak korupsi oleh seorang suami. Forum waktu itu menyadari bahwa masalah tersebut sangat penting. Pasalnya berbias jender. Dan, t...

Gus Dur adalah Masalah itu Sendiri

Gambar
Oleh: Maqbul Halim (Makassar, Februari 2001) Sebenarnya, Presiden K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tidak sedang menghadapi masalah dalam memimpin bangsa ini. Justru sebaliknya, bangsa ini yang menghadapi masalah berat. Gus Dur adalah masalah berat itu sendiri yang sedang dihadapi bangsa Indonesia. Gus Dur adalah kunci masalah dan oleh sebab itu, menyelesaikan Gus Dur berarti menyelesaikan masalah yang sesungguhnya. Kerangka asumsi ini tidak sepenuhnya benar menurut berbagai macam kepentingan. Tetapi dapat membantu memahami sebagian kecil dari sedikit dimensi ''misterius'' Gus Dur. Tetapi untuk hal tertentu, Gus Dur bukanlah masalah sebab ia selalu berbuat dan mengambil kebijakan sebelum orang lain memikirkannya. ''Frame of Reference'' Gus Dur dalam me-''review'' realitas kebangsaan dan kenegaraan sama sekali bukan berasal dari pengetahuan dan pengalaman yang transformatif sebagaimana diteorikan Ilmu Politik atau Ilmu Ketatanegaraan maupun...