SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG
Terus Bergerak

Kamis, 21 November 2024

Trend Positif Ekstrim Andi SETO Bakal Kubur Impian MULIA

Siaran Pers LSI Deny JA




Kendati masih memimpin elektabilitas dengan 34,6%, paslon nomor urut 1, Munafri Arifudin – Aliyah Mustika Ilham (MULIA) terancam disalip paslon nomor urut 2, Andi Seto Asapa – Rezki Mulfiati Lutfi (SEHATI) yang trendnya terus menaik, dari  21,0% pada September lalu menjadi 29,5% pada November 2024.
Demikian hasil survei terbaru Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA tentang preferensi pemilih terhadap 4 pasang calon yang berkontestasi pada Pilwakot Makassar 2024.  Hasil survei tersebut dipaparkan Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA, Toto Izul Fatah kepada pers di Kota Makassar, Rabu (20/11/2024).

Survei dilakukan dari tanggal 10 – 16 November 2024. Menggunakan metodologi standar Multi Stage Random Sampling melalui wawancara tatap muka kepada 800 responden terpilih dengan margin of error 3,5%.

Menurut Toto, dari pengalaman melakukan ratusan kali survei, calon yang punya trend naik, biasanya akan terus menaik dan selalu menjadi ancaman serius buat calon yang trend nya stagnan, apalagi turun. 

Dari 4 paslon yang bertarung di Pilwakot Makassar, kata Toto, hanya Andi Seto Asapa- Rezki Mulfiati yang  punya trend naik signifikan. Apalagi, jika dilihat dari trend elektabilitas personal Andi Seto. Dari April sebelumnya yang hanya 1,6%, naik ke 20,5% pada September, dan sekarang naik lagi ke 28,0% pada November 2024.

“Ini trend yang menggambarkan potensi seorang kandidat untuk menang. Dan sebaliknya, jika  trend nya menurun, harus waspada karena ada kecendrungan untuk terus turun. Ini bahaya dan sangat rawan disalip oleh kandidat yang punya trend naik,” katanya.
Toto menyebut contoh elektabilitas personal Munafri (Appi) yang sebelumnya cukup unggul jauh dengan 47,0% pada September, sekarang turun ke 34,0% pada November 2024. Dan dari pengalaman selama ini, calon yang elektabilitasnya turun, cukup berat untuk rebound.

Sementara itu, dua paslon lainnya, Indira Yusuf Ismail – Ilham Ari Fauzi (INIMI) 20.4%, dan  Amri Rasyid – Rahman Bando (AMAN)  1,9%. Kedua paslon ini, khususnya INIMI, tetap punya peluang untuk bisa menyalip paslon di atasnya, meskipun harus dengan kerja sangat ekstra. 

Toto menjelaskan, salah satu faktor yang membuat elektabilitas paslon MULIA mengungguli tiga paslon lain, karena secara personal, Munafri Arifudin sudah punya bekal tingkat pengenalan yang cukup ideal, yaitu 93,5%. Dan dari yang mengenal dia, sebanyak 88,2% mengaku suka.

Posisi yang hampir sama, lanjut Toto, terjadi pada Andi Seto Asapa. Meski sebagai pendatang baru, aneka atribut ruang publik dan program yang cukup massif membuat tingkat pengenalan Andi Seto tembus ke 90,9%. Dan dari yang mengenalnya, sebanyak 80,3% mengaku suka.

“Inilah yang sering saya sebut dengan hukum besi untuk menang. Siapapun yang ingin menang, harus memenuhi hukum besi pengenalan dan kesukaan yang tinggi. Karena semakin kecil pengenalannya, kecil juga peluang untuk dipilihnya. Begitu juga sebaliknya,” tegasnya.

Meski begitu, Toto mengingatkan, peluang menang masih terbuka untuk, setidaknya tiga paslon di luar AMAN. Kenapa? Karena masih ada sekitar 33,8 % pemilih yang berkategori soft supporters. Yaitu, mereka yang sudah punya pilihan tapi masih bisa berubah dengan yang belum punya pilihan sama sekali.

Toto juga mengingatkan, ada sekitar 46,4% publik yang menganggap money politic itu wajar. Ini biasanya gambaran prilaku pemilih yang menjadikan pemberian uang sebagai alasan memilih. Dan pada praktiknya, angka seperti itu bisa lebih tinggi lagi, pada saat uangnya sudah di depan mata.

Kota Makassar, 20 November 2024

Toto Izul Fatah
Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA 
Hp 08159052009
Selengkapnya >>

Jumat, 27 September 2024

Prediksi Choel-Cuya Persis Sama Hasil Undian KPU Makassar: SEHATI dan MULIA



(Maqbul Halim)

SENIN, 23 September 2024, KPU Makassar umumkan hasil pengundian nomor urut calon walikota dan wakil walikota Makassar Pilkada Kota Makassar 2024. Empat pasangan calon (paslon) mendapatkan nomor urut yang kata mereka masing-masing adalah nomor terbaik. 

Paslon Appi-Aliyah (MULIA) mendapatkan nomor 1 (satu), Seto-Rizky (SEHATI) nomor 2 (dua), Indira-Ilham (iNIMI) nomor 3 (tiga), dan Amri-Rahman (AMAN) mendapatkan nomor 4 (empat). Paslon urutan 1 dan 2, yakni MULIA dan SEHATI, punya cerita tersendiri, dan menarik. Mari kita simak, kenapa hal ini menarik. 

Senin, 16 September, Tribun Timur Online memberitakan dua Tokoh Sulsel mewakili entitasnya sedang berseteru di Pilkada Kota Makassar 2024. Muhammad Surya mewakili kalangan politisi dan Choel Mallarangeng mewakili kalangan konsultan politik. Tentu keduanya tidak mewakili secara resmi lingkungan/komunitas mereka masing-masing. Setidaknya, begitu cara jurnalis Tribun Timur memformat eksistensi keduanya dalam konteks kompetisi Pilkada Kota Makassar: kedua tokoh yang telah bersahabat akrab lebih 30 tahun ini, meletakkan taruhan yang fantastis untuk meneguhkan bahwa jagoanyalah yang akan menang. 

Ayo kita simak berikutnya tentang dua lingkungan berbeda dari kedua tokoh ini, dimana mereka berdiri mengikuti kompetisi. Pertama adalah Choel Mallarangeng. Sosok yang satu ini tidak asing dalam dunia politik pemilihan umum di Indonesia. Kesuksesan Choel yang paling mengesankan adalah dua kemenangan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Pilpres 2004 dan Pilpres 2009. Pengalaman "political engineering" pada banyak momentum Pemilu di Indonesia, membuatnya dilabeli "Suhu Konsultan Politik" yang selalu tajir. 

Lalu Muhammad Surya. Politisi Partai PSI yang kerap disapa dengan nama Cuya ini, juga telah terlibat langsung maupun tidak langung pada berbagai momentum politik nasional maupun di Sulawesi Selatan. Dirinya merupakan sosok yang telah tercatat pada palagan politik. Pengalaman sebagai operator lapangan Jeffrie Geovannie di Munas Golkar Riau 2009, adalah debut pertamanya di dunia politik. Ia banyak bekerja di jalur sepi ketimbang di bagian depan panggung politik yang hingar-bingar. Maret 2023, ia "dipaksa" migrasi ke bagian depan panggung politik, menjadi ketua DPW PSI Sulsel dan menjadi caleg DPR RI. 

Dari latar bekalang mereka di atas, tinjauan dan naluri kedua tokoh ini pastilah mujarab. Pilkada Makassar 2024 ini akan membuktikan kembali ketajaman tinjuan dan naluri politik kedua tokoh ini. Jika boleh diterka, Choel melihat Munafri Arifuddin yg dikenal dengan sapaan Appi ini sebagai kandidat yang berpeluang besar menang berdasarkan kacamata pengalamannya sebagai konsultan politik selama 20 tahun. Sementara Cuya melihat Andi Seto Asapa sebagai sosok yang akan memenangi Pilkada Makassar 2024 ini berdasarkan pengalamannya sebagai politisi selama belasan tahun. 

Tidak ada komparasi yang menarik dari kedua tokoh ini selain bahwa mereka pernah bertaruh di Pilkada Makassar 2020. Inilah sisi menarik pertamanya. Choel bertaruh untuk Appi-Rahman sebagai kandidat yang banyak diuntungkan oleh penguasa Gubernur Sulsel pada saat itu. Appi-Rahman juga banyak diuntungkan oleh lingkaran birokrasi Balaikota Makassar pada waktu itu. 

Sementara Muhammad Surya bertaruh untuk Danny Pomanto - Fatmawati Rusdi. Danny Pomanto adalah calon walikota yang didiskualifikasi pada Pilkada Makassar 2018. Untuk menghindari wacana negatif yang berkepanjangan nantinya, kedua tokoh ini sepakat membatalkan taruhan tersebut seminggu sebelum pencoblosan 27 Juni 2020. 

Pilkada serentak kali ini, mereka kembali berjumpa di palagan Pilkada Kota Makassar 2024. Sebagaimana berita Tribun Timur tadi, mereka kembali berbeda pilihan. Kondisi kandidat yang menjadi pijakan dukungan mereka juga terbilang unik, atau anomali. Dengan kata lain, aneh-aneh. 

Choel memberikan dukungan kepada Appi yang pernah kalah dua kali di pilkada Kota Makassar, yakni 2018 dan 2020. Sementara Cuya memberikan dukungan kepada Andi Seto Asapa yang surveinya rendah, atau tidak tinggi. Dukungan mereka ini tidak didasarkan pada hal-hal yang hebat atau unggul, misalnya dukungan partai politik atau dukungan koalisi pilpres, misalnya. 

Pengalaman dan pengamatan dua tokoh ini menuntun mereka menempatkan Appi dan Seto sebagai finalis Pilkada Kota Makassar 2024. Hasil undian nomor urut di KPU Makassar baru-baru ini, rupanya tidak jauh berbeda dari prediksi kedua tokoh ini. 

Rabu, 27 Nopember nanti, dua finalis ini akan berlaga mengumpulkan suara sebanyak-banyaknya. Yang akan keluar sebagai pemenang adalah Seto, kalau bukan Appi. Dengan kata lain, yang akan memenangi taruhan adalah Coel, kalau bukan Cuya. Yang mustahil terjadi adalah Appi dan Cuya, ataukah Seto dan Choel yang akan keluar sebagai pemenang. 

Soal taruhan, hanya dua tokoh ini yang tahu apa persis yang dipertaruhkan. Nilai dan apa yang dipertaruhkan pada 2020 itu juga tetap misteri sampai saat ini. Untuk kali ini, Tribun Timur hanya menyebutkan bahwa nilai yang dipertaruhkan termasuk fantastis. 

Namun, Choel dan Cuya mengaku bahwa ini hanyalah seru-seruan saja. Jika hasil Pilkada Kota Makassar nantinya memenangkan Seto atau Appi, maka dalam taruhan ini, bisa saja Choel dan Cuya sama keluar sebagai pemenang. Ataukah, mereka akan membatalkan taruhannya sebelum pencoblosan, sebagamana Pilkada Kota Makassar 2020 tadi. 

Appi telah mengikuti pilkada Kota Makassar sebagai calon walikota sebanyak dua kali, yakni tahun 2018 dan tahun 2020. Sebagai calon tunggal, Appi tidak berhasil mengalahkan Kolom Kosong (Kotak Kosong) pada 2018. Tahun 2020, Appi kembali bertarung sebagai calon walikota, namun tidak berhasil mengalahkan Danny Pomanto yang berpasangan Fatmawati Rusdi. 

Seto juga sudah punya pengalaman dua kali berkontestasi di pilkada. Pilkada Sinjai 2013, Seto kalah dari Sabirin Yahya. Lima tahun kemudian, Pilkada Sinjai 2018, Seto berhasil mengalahkan Sabirin Yahya. []

Pernah dimuat di Tribun Timur Online 26 September 2024

Selengkapnya >>

Senin, 12 Agustus 2024

Obral-Kata: Kotak-kotak di Pilgub Sulsel 2024

Maqbul Halim


Kotak Kosong


Paslon Sudirman-Fatma bakal melaju tanpa lawan di Pilgub Sulsel 2024. Untuk sementara, seperti itu kabarnya. Tersisa PKB dan PDI Perjuangan yang sampai sekarang tetap berdiri tegar menolak mendukung Paslon Sudirman-Fatma. Partai PPP yang terus meyakinkan dirinya dan publik mendukung pencalonan Danny Pomanto, mulai terlihat sosoknya di kubu Sudirman-Fatma. 


Pada sisi lain, Danny Pomanto yang diklaim publik sebagai penantang Amran Sulaiman (berikut adiknya yang bakal Cagub, Sudirman Sulaiman) di Pilgub Sulsel 2024, mengakui bahwa ada kesulitan membangun koalisi parpol yang akan mencalonkannya. Kesulitan itu bukanlah berasal parpol itu sendiri. 


Kubu Danny mengklaim diri sebagai pelindung nafas demokrasi di Pilgub Sulsel 2024. Jika Danny tidak mampu menembus kekuatan tembok besar untuk menjadi cagub di Pilgub Sulsel 2024, kata klaim kubu Danny, maka demokrasi di Sulawesi Selatan bakal "tutup usia", dan Sulawesi Selatan bakal tanpa kemajuan dan akan terus mundur. 


Tema darurat yang diusung Danny saat menjamu makan malam para pimpinan DPW PPP Sulsel, DPW PDI Perjuangan Sulsel, dan DPW PKB Sulsel di kediaman Danny, Minggu (4/8), adalah Selamatkan Demokrasi di Sulsel dan Selamatkan Sulawesi Selatan. Tema darurat ini secara tidak langsung menggambarkan rapuhnya koalisi parpol yang dibangun Danny Pomanto. Tidak tampak narasi membangun Sulawesi Selatan. 


Sementara, pihak Sudirman Sulaiman juga tidak menyerah menyakinan publik bahwa mereka juga berkomitmen tinggi menjaga dan menghidupkan demokrasi di Sulsel. Terakhir, mereka tunjukkan komitmen itu. Mereka menggambarkan pihaknya dalam posisi sulit, yakni tidak mungkin menolak Partai PPP yang dirumorkan menyerahkan diri ke kubu Sudirman Sulaiman. 


Kita juga sudah tahu adanya pernyataan resmi di pihak Sudirman Sulaiman tentang hal ini, bahwa jika mereka menerima "penyerahan diri" Partai PPP tersebut, maka Paslon Sudirman-Fatma bakal tanpa lawan di Pilgub Sulsel 2024. Di sini dapat dipahami bahwa inisiatif Partai PPP bergabung ke kubu Paslon Sudirman-Fatma, pada dasarnya berasal dari Partai PPP itu sendiri.


Artinya, Partai PPP-lah yang menentukan hidup matinya demokrasi di Sulsel, bukan kubu Sudirman Sulaiman. Jika Partai PPP tetap bersama Danny Pomanto, maka demokrasi di Sulsel akan tetap hidup, Sulawesi Selatan terselamatkan. Jawaban terbaik untuk ikhwal demokrasi di Sulsel saat ini, dengan demikian, ada pada keputusan Partai PPP nantinya.


Pertanyaannya sekarang, apakah Partai PPP berniat menyelamatkan demokrasi di Sulsel, menyelamatkan Sulawesi Selatan? Jika Partai PPP berniat namun tidak mampu untuk itu, tentu ini juga masalah yang, lagi-lagi hanya Partai PPP sendiri yang tahu. Jika Partai PPP punya rencana tidak mau menyelamatkan, lagi-lagi, Partai PPP juga yang lebih tahu.


Sekali lagi, tanggung jawab penyelamatan demokrasi di Sulsel dan Sulawesi Selatan, bukanlah berada di pihak Danny Pomanto, Pihak Sudirman Sulaiman, bukan pula di KPU, di bawaslu, di masyarakat Sulsel, melainkan ada pada pundak Partai PPP. Di sinilah kita tunggu komitmen Partai PPP.


Kembali ke posisi Danny Pomanto, walikota Makassar ini sudah berusaha sedemikian rupa agar bisa menjadi calon gubernur. Sebagai manusia, ia sudah merencanakan menyelamatkan Sulawesi Selatan dan demokrasi di Sulsel. Namun, istilah keren anak lorong di Makassar, manusia merencanakan, uang yg menentukan. Yaa, uang dan Partai PPP, tentunya.


Kabarnya, kubu Sudirman Sulaiman siap dengan semua opsi: siap melawan calon, dan atau siap melawan kotak kosong. Yang mereka tidak siap adalah melawan keinginan Partai PPP untuk bergabung mencalonkan Sudirman-Fatma di Pilgub Sulsel 2024. Partai PPP itu ibarat di tamu di rumah Pemenangan Sudirman-Fatma, yang datang secara baik-baik, namun (mungkin) masih sungkan.


Konon, PDI Perjuangan dan PKB tidak akan mundur sesenti pun di Pilgub Sulsel 2024. Kedua partai ini tegas: tidak akan ada calon tunggal, dan tidak akan ada kotak Kosong. Tapi, apa daya kedua partai ini jika Partai PPP berkehendak lain. Mungkin kubu Sudirman sudah punya argumen, "Kami sudah berdoa agar tidak ada kotak kosong." Tapi, bagaimana jika doa itu tidak dikabulkan!


Nah, demikian obral-kata sore hari ini. Ada adagium mengatakan: jika seseorang menyandarkan harapannya kepada calon kepala daerah di Pilkada untuk mendapatkan kesejahteraan, maka orang itu akan kehilangan harapan dan kesejahteraannya. []


Makassar, 12 Agustus 2024

Selengkapnya >>

Kamis, 25 April 2024

Butuh Mahkamah Sosial, bukan Mahkamah Konstitusi


Oleh MAQBUL HALIM

Bagi ukuran tata negara yang sehat dan normal dalam sistem politik yang dianut Indonesia, Pemilu Pilpres 2024 sudah selesai. Hal itu ditandai oleh putusan Mahkamah Konstitusi atau MK yang menolak permohonan PHP Pilpres yang diajukan oleh Kandidat Pilpres 01 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, dan Kadidat 03 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Jika telah selesai di MK namun ada pihak yang masih bergerak untuk menang setelah itu, artinya sistem politik dan tata negara di Indonesia tidak sehat.

Tuduhan dan fitnah dari kubu 01 dan o3 terhadap 02 dan Pemerintahan Presiden Jokowi telah dipatahkan oleh MK. Upaya 01 dan 03 membuktikan tuduhan dan fitnahannya itu tidak berhasil. Pihak 01 dan 03 mempunyai ketidak-mampuan menkonversi narasi tuduhan dan fitnah itu menjadi bukti-bukti hukum di persidangan-persidangan MK. 

Sebelumnya, kubu 01 dan 03 mempunyai keyakinan diri akan mendapatkan keadilan hukum dari MK. Sayang sekali, kubu 01 dan 03 hanya menyodorkan narasi-narasi sosial, bukan dalil hukum dan bukti hukum. Mesin keadilan yang dimiliki oleh MK adalah mesin hukum, bukan mesin sosial. Wajarlah jika MK tidak bisa memproses hukum narasi-narasi sosial yang diajukan pihak 01 dan 03. 

Kubu 01 dan 03 salah alamat dalam mencari keadilan mengenai hasil Pemilu Pilpres 2024. Jika mereka hanya punya narasi sosial untuk mencari keadilan, seharusnya bukan di MK mereka melakukan itu. Yang tepat adalah, kubu 01 dan 03 membawa narasi sosialnya itu di warung kopi dan sosmed, tempat dimana tidak ada norma hukum sebagai panduan. Kubu 01 dan 03 berpeluang besar menang di warkop dan sosmed. Karena di ruang ini, pihak mana yang paling keras suaranya, paling lihai memainkan sirkus kata-kata, mereka pasti menang. 

Jika ditanya tentang apakah dia menyaksikan langsung sebuah kecurangan Pilpres, rata-rata saksi kubu 01 dan 03 menjawabnya dengan suara hati nurani. Ada juga yang hanya menjawab dengan tangisan, takut akan azab Tuhan akibat kecurangan Pilpres. Ada juga yang menjawab dengan menunjukkan tayangan video HOAX di HPnya.

Kata yang bisa saya padankan dengan isi permohonan Pihak 01 dan 03 adalah, fatamorgana, hayalan, obsesi, atau fiksi. Jika isi permohonan itu dibumikan dengan pertanyaan tentang dimana lokasi kejadiannya, jawabannya pasti bahwa itu terjadi di permukaan bumi yang diciptakan Tuhan. Siapa pelakunya, dijawab bahwa yang lakukan itu adalah hambah Tuhan yang mengkhianati demokrasi. Siapa nama pelakunya? Dijawabnya bahwa tidak mungkin saya buka namanya, karena saya bakal dituntut pidana. Otak hakim jadi sungsang kalak mendengar. 

Ketika MK bingung dengan permohonan yang seperti di atas itu, MK dituduh membunuh demokrasi. Ini kebodohan yang adiluhung, kalah di Pilpres disebut sebagai tanda matinya demokrasi. Kalau ingin demokrasi hidup, harusnya kubu 01 dan 03 tidak ikut Pemilu Pilpres 2024, supaya tidak kalah. Karena kalau mereka kalah, demokrasi ikut terbunuh. 

Jika ada umur panjang, saya sarankan kubu 01 dan 03 mengikuti pemilu pilpres berikutnya yang dilaksakan secara sosial, bukan secara hukum. Dan, pemilu pilpres ini dilengkapi dengan ahli nujum, bukan lembaga survei.[]

Makassar, 25 April 2024

Selengkapnya >>

Jumat, 01 Desember 2023

Lintasan Politik MAQBUL HALIM

Maqbul Halim


  • Lahir: BELAWA - WAJO: 02 Februari 1972
  • Staf Khusus Pemerintah Kota Makassar (2022-2024)
  • Sekretaris DPW Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Sulsel (2023-sekarang)
  • Pengurus PDK KOSGORO 1957 Provinsi Sulsel (2021-sekarang)
  • Mantan Ketua MASIKA (Pemuda) ICMI Sulsel (2005-2010)
  • Anggota Majelis Pengurus ICMI Orwil Sulsel (2017-2022 dan 2023-Sekarang)
  • Mantan Komisioner KPU Kota Makassar (2003-2008)
  • HMI Cabang Makassar dan KAHMI Sulsel (Sejak 1995)
  • IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah) (Sejak 1985)
  • SARJANA KOMUNIKASI FISIP - UNHAS (Angkatan 1992)
  • Alumni KOSMIK UNHAS (1999)
  • Koran Kampus IDENTITAS UNHAS (Sejak 1994)
  • Komisaris PT GMTD Tbk - Tanjung Bunga Makassar (Sejak 2021)
Selengkapnya >>

Sabtu, 04 November 2023

Kebesaran PDIP dan Kekecilan Jokowi

Oleh Maqbul Halim



Narasi yang populer akhir-akhir ini adalah kehebatan PDI Perjuangan (PDIP) dan Joko Widodo (Jokowi). Dua entitas ini lalu bergeser dari satu kesatu-paduan menjadi dua kutub yang terpisah, bertentangan. Banyak perbincangan mengenai dua entitas yang sedang konfrontatif saat ini. Asumsi utamanya, Jokowi tidak ada apa-apanya jika tidak ada PDIP. 


Akun X (twitter) @hasyimmah dengan nama Hasyim Muhammad melontarkan pertanyaan, betulkah Jokowi berutang pada PDIP? Jawaban Hasyim sendiri mengatakan TIDAK. Pertanyaan dan jawaban ini adalah respon atas narasi framing dari kalangan PDIP bahwa Jokowi itu tidak ada apa-apanya. PDIPlah yang membuat Jokowi jadi walikota, jadi gubernur, jadi presiden. 


Hasyim mengajukan narasi tandingan. Begini mas, kata Hasyim, di Solo itu ada ratusan tukang mebel. Tolong ambil satu tukang mebel lagi dan jadikan presiden kalau memang itu karena kehebatan PDIP. Mungkin Hasyim setuju jika dikatakan, tukang mebel itu jadi walikota Solo saja, terlalu tinggi jika langsung dijadikan presiden. 


Ada lagi yang lain soal pidato Megawati yang sudah banyak disimak di media sosial, mengatakan bahwa tanpa PDIP, Jokowi tidak bisa apa-apa (kasihan Jokowi). Jawabannya adalah, bahwa sudah tiga kali Megawati dicapreskan oleh PDIP dan ketiga kali itu pula gagal. 


Kali pertama adalah pemilihan presiden oleh anggota MPR/DPR pada tahun 1999. Waktu itu, PDIP menjadi pemenang Pemilu 1999, mengalahkan Partai Golkar. Saat pencoblosan oleh anggota MPR, Megawati kalah dari Gus Dur yang didukung oleh partai pendatang baru, Partai PKB.  


Kali kedua adalah Pemilu Presiden 2004. Megawati maju berpasangan dengan mantan Ketua PB NU Hasyim Muzadi, diusung oleh PDIP. Megawati-Hasyim dikalahkan di putaran kedua oleh Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berpasangan dengan Jusuf Kalla, dan diusung oleh Partai Demokrat. Pada Pemilu Pilpres 2004 ini, Megawati masih menjabat presiden RI, menggantikan Gus Dur yang dilengserkan oleh MPR. 


Kali ketiga adalah Pemilu Presiden 2009. Megawati berpasangan dengan Prabowo Subiyanto, diusung oleh PDIP dan Partai Gerindra. SBY yang berpasangan Budiono menang satu putaran mengalahkan Mega-Prabowo. Pengusung utama SBY adalah Partai Demokrat, partai pendatang baru. 


Jadi, tiga kali Megawati diusung PDIP, tiga kali kalah. Dalam tiga kasus ini, PDIP tidak dapat disebut penentu kemenangan, sekaligus juga bahwa belum tentu penentu kekalahan. 


Beberapa akun akun sosmed yang tidak bersimpati kepada PDIP dan Megawati berkomentar. Mereka bilang bahwa untung ada Jokowi sehingga PDIP bisa memenangi Pilpres dua kali berturut-turut, Pilpres 2014 dan Pilpres 2019. Bahkan, ujar mereka, PDIP juga ikut mendapatkan efek ekor jas dari pencapresan Jokowi. PDIP menjadi pemenang Pemilu 2014 dan Pemilu 2019.


Jelang Pemilu Presiden 2024, PDIP telah mencoba meng-endorse Puan Maharani, Ketua DPP PDIP dan anak Megawati Ketua Umum PDIP, untuk berlaga pada Pemilu Pilpres 2024. Pada saat yang sama, Kader PDIP Ganjar Pranowo Gubernur Jawa Tengah juga sedang menjadi primadona bakal capres di luar PDIP. Selama kurang lebih setahun, hasil olahan PDIP untuk Puan tidak maksimal. Elektabilitasnya tidak pernah tembus tiga persen, sementara Ganjar moncer di atas 22 persen. 


Tesis sementaranya ada dua. Pertama, Puan Maharani didorong oleh PDIP. Sementara Ganjar didorong oleh Jokowi. Sejak awal, PDIP menggandeng Puan dan Jokowi menggandeng Ganjar. Rivalitas PDIP dan Jokowi sudah dimulai di sini. Saat elektabilitas Puan jalan di tempat pada angka kurang dari tiga persen, Jokowi umumkan Ganjar sebagai capresnya yang dibungkus dengan ciri berambut putih. Apa yang terjadi setelah itu? PDIP tinggalkan puan dan merebut Ganjar yang sedang dipersiapkan oleh Jokowi. 


Jadi, PDIP bukan faktor pada Pemilu Pilpres. Yang menjadi faktor adalah sosok atau figur. Itulah yang terjadi pada figur Gus Dur, SBY, Jokowi, dan Ganjar. PDIP telah calonkan Megawati sebanyak tiga kali, dan tiga kali tak ada yang menang. Sebaliknya, begitu mencalonkan Jokowi yang bukan siapa-siapa, barulah PDIP menikmati dua kali kemenangan di Pilpres.


Jadi, pihak mana yang harus berterima kasih, Jokowi atau PDIP? Tahun 2024 menunggu, apakah PDIP bisa menangkan Ganjar! []


Makassar, 4 Nopember 2023

Selengkapnya >>

Jumat, 01 September 2023

Maqbul Halim Sebut Pilkada Serentak November 2024 Bisa Sulitkan Keluarga Jokowi

Ari Maryadi



TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Praktisi netisen asal Makassar, Maqbul Halim, menilai wacana percepatan Pilkada 2024 berpeluang menguntung keluarga Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Sebaliknya, Maqbul Halim menilai gelalan pilkada serentak pada 27 November 2024 bisa menyulitkan keluarga Jokowi di arena.

Hal itu disampaikan Maqbul Halim dalam cuitan di Twitternya menanggapi wacana percepatan Pilkada 2024 dari jadwal semula 27 November 2024 ke bulan September.

Maqbul Halim mengatakan, jika Pilkada digelar pada November 2024, Jokowisudah bukan presiden.

"Itu menyulitkan kesuksesan keluarga Pak Jokowi yang ikut pilkada 2024," kata Maqbul melalui cuitannya di Twitter.

Hal berbeda jika pilkada serentak digelar pada September 2024.

Jokowi masih menjabat Presiden.

"Karena itu, rasional jika Pilkada digelar sebelum presiden baru dilantik. Presiden Mempertanyakan Urgensi Perppu Pilkada," kata Maqbul Halim.

Sebelumnya berkembang wacana percepatan Pilkada 2024 dari jadwal semula 27 November 2024 ke bulan September.

Dilansir dari Harian Kompas, Senin (28/8/2023), Ketua Kelompok Fraksi PDI-P DPR RI, Arif Wibowo mengakui bahwa Komisi II DPR RI telah memperoleh paparan dari pemerintah terkait draf perppu percepatan pilkada.

Secara umum, pilkada akan maju ke September 2024 dan pemungutan suaranya digelar dua tahap, yaitu pada 7 dan 24 September 2024.

Kemudian, kepala daerah terpilih akan dilantik pada akhir 2024.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Yanuar Prihatin menilai bahwa wacana percepatan Pilkada 2024 dari jadwal semula 27 November 2024 ke bulan September menimbulkan prasangka.

"Perubahan jadwal ini berpotensi menimbulkan kegaduhan baru, sekaligus mendorong munculnya ketidakpercayaan publik kepada penyelenggara pemilu dan pembuat undang-undang (DPR dan pemerintah)," ujar Yanuar dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Rabu (30/8/2023).

"Perubahan ini akan terkesan dipaksakan karena berlangsung di tengah berjalannya tahapan pemilu (pemilihan umum)," katanya lagi.

Oleh karena itu, Yanuar menegaskan bahwa wacana ini harus dikaji lebih mendalam.

Menurutnya, energi politik sebaiknya difokuskan untuk mensukseskan tahapan yang sedang berjalan agar pelaksanaan pemilu pada Februari 2024 tidak mengalami goncangan.

Apalagi, sejak tahapan Pemilu 2024 dimulai pada Juni 2022, sudah amat banyak isu panas yang menerpa kesiapan penyelenggaraan pemilu dan membuat situasi politik sedikit memanas.

Isu-isu itu meliputi wacana penundaan pemilu, perpanjangan masa bakti presiden menjadi tiga periode, serta pengambilalihan kewenangan penataan dapil (daerah pemilihan) dari pembuat undang-undang ke penyelenggara pemilu.

Kemudian, debat sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup, hingga mempersoalkan umur calon presiden yang kini tengah bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kini, disodorkan debat baru tentang perubahan jadwal pilkada serentak. Tidak tertutup kemungkinan masih ada lagi isu lainnya yang masih disimpan untuk dikeluarkan pada waktu berikutnya," ujar Yanuar.

Ia lantas mempertanyakan alasan wacana percepatan Pilkada baru diumbar saat ini, ketika tahapan Pemilu 2024 semakin penting dan padat serta konstelasi politik mulai mencapai klimaks.

Padahal, pelaksanaan Pilkada pada November 2024 merupakan amanat Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang batal direvisi oleh pemerintah dan DPR pada 2021 lalu.

"Seandainya perubahan jadwal ini dilakukan beberapa bulan sebelumnya, yakni saat membahas jadwal Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2024, suasananya pastilah lebih kondusif. Secara psikologis tidak akan menimbulkan prasangka karena jadwal pilkada serentak ditetapkan bersama dengan jadwal pemilu," kata Yanuar.

"Tentu wajar bila muncul pertanyaan. Kenapa wacana ini baru disodorkan sekarang, dan bukannya jauh-jauh hari saat jadwal Pemilu 2024 belum diputuskan?" ujarnya lagi.

Ia kemudian mengeklaim, belum ada forum resmi yang digelar antara pemerintah dan DPR terkait rencana penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk merevisi jadwal Pilkada 2024 sebagaimana diatur di dalam UU Pilkada.

Namun, Yanuar mengakui bahwa sudah ada wacana dan komunikasi-komunikasi informal berkaitan dengan percepatan Pilkada ini.

Lebih lanjut, Yanuar menilai bahwa percepatan Pilkada 2024 ke bulan September justru berpotensi lebih tidak netral.

Sebab, itu berarti pilkada digelar di bawah rezim lama yang masih berkuasa.

Ia juga menganggap, jika masalah adalah faktor keamanan, seharusnya Pilkada 2024 cukup digelar dua tahap di bulan November yang sama dengan jarak dua sampai tiga pekan agar personel Polri tak terpecah.(*)



Artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com dengan judul Maqbul Halim Sebut Pilkada Serentak November 2024 Bisa Sulitkan Keluarga Jokowi, https://makassar.tribunnews.com/2023/09/01/maqbul-halim-sebut-pilkada-serentak-november-2024-bisa-sulitkan-keluarga-jokowi?page=3.

Selengkapnya >>

Jumat, 18 Agustus 2023

PDIP Follower, PSI Trend-setter


Oleh Maqbul Halim


PSI Capreskan Ganjar


Tanggal 3 Oktober 2022, PSI mendeklarasikan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai calon presiden RI Pemilu 2024 (bit.ly/3sikWt1). Deklarasi ini merupakan hasil Rembuk Rakyat di internal PSI. Deklarasi ini muncul di tengah bungkamnya PDIP terhadap Ganjar Pranowo. Ganjar dianggap kontraproduktif terhadap usaha keras PDIP mencapreskan Puan Maharani, anak kandung Megawati, Ketum PDIP.


Ada juga yang menganggap ini upaya PSI mengimbangi Anies Basewedan yang baru saja dideklarasikan oleh Partai Nasdem 3 Oktober 2022 (bit.ly/3E0UR4d). Untuk kepentingan kelanjutan pembangunan Presiden Joko Widodo, PSI pasti jatuhkan pilihan kepada Ganjar daripada ke yang tidak mungkin, yakni Anies.


Saya berpikir, PDIP sulit menghindari elektabilitas Ganjar yang makin jauh tinggalkan Puan Maharani. Itulah sebabnya, PDIP terpojok dan harus putuskan Ganjar sebagai capres PDIP pada 21 Maret 2023 (bit.ly/45uHvZJ) di Batutulis Bogor. Selama 6 bulan, PDIP tidak tahan terus-terusan menghindar dari lingkaran diskursus yang dibangun PSI: Capres Ganjar Pranowo. Sebagai pengganjal harga diri partai besar, PDIP tetap tidak mengakui pencapresan Ganjar oleh PSI sebelumnya. 


PSI Calonkan Kaesang


Belum benar-benar tuntas diskursus Ganjar sebagai capres, PSI kembali luncurkan wacana Kaesang Pangarep sebagai calon walikota, 3 Juni 2023. Kali wacana ini, Kaesang digadang oleh PSI menjadi calon walikota Depok pada pilkada serentak 2024 mendatang. PSI meminta restu Joko Widodo untuk calonkan Kaesang di Pilkada Depok 2024 (bit.ly/47uicZw). Bahkan PSI mengajak PDIP ikut mendukung pencalonan Kaesan ini. Respon yang muncul adalah PDIP menyerang PSI. PDIP sebut terjadi kegagalan pengkaderan di PSI sehingga memilih mencalonkan yang bukan kader PSI di Pilkada Depok 2024.


Awalnya, saya kira PKS sebagai "pemilik" Kota Depok yang terpojok di depan wacana PSI ini. Ternyata yang terpojok adalah PDIP. Tak ingin  ketinggalan wacana PSI, PDIP langsung tampil gagah-lantang meletakkan Kaesang sebagai perisai melawan PKS pada Pilkada Depok 2024 mendatang. PDIP tidak membutuhkan malu berjalan di jalannya sendiri mengikuti wacana PSI ini. Pada 22 Juni 2023, PDIP bakar semangat relawan Ganjar di Depok untuk mendukung Kaesang calon walikota Depok (bit.ly/45y04fv). PDIP tetap setia mengekor di belakang PSI. 


PSI Hendak Kaderkan Kaesang


Juru Bicara PSI Cheryl Tanzil pernah mengajak Kaesang gabung menjadi kader di PSI pada 26 Januari 2023 (bit.ly/3YE5SBW). Ajakan ini diperkuat lagi oleh Ketua PSI Sigit Widodo pada 6 Juli 2023.


"Sejak Januari tahun ini, PSI secara terbuka sudah mengajak Mas Kaesang untuk bergabung ke PSI dan sampai saat ini PSI terbuka dan akan sangat gembira jika Mas Kaesang bergabung ke PSI," kata Sigit kepada Kompas.com (bit.ly/44gqEsG). 


Suatu waktu, 8 Juni 2023, Kaesang tampil di hadapan publik mengenakan baju kaos PSI bareng Ketum PSI Giring Ganesha. Keesokan hari, Ketua DPP PDIP Puan Maharani langsung memberikan tanggapan. Kata ketua DPR RI ini, dirinya akan menanyakan kepada Kaesang, apakah dia mau masuk PDIP atau tidak (Kompas, 9 Juni bit.ly/3QDhQKe). Selain itu, PDIP juga layangkan peringatan serius kepada Kaesang dan Joko Widodo, bahwa "haram" hukumnya kader PDIP sekeluarga berbeda partai. 


Lagi dan lagi, PDIP tidak sungkan berbaris mengikut di belakang wacana PSI. 


PSI Terima Kunjungan Partai Gerindra


Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie mengumumkan bahwa partainya bakal menerima kunjungan ketua Partai Gerindra Prabowo Subiyanto dan pengurus lainnya (Detiknews, 1 Agustus bit.ly/44gE6gf). Betul, Rabu sore 2 Agustus, Ketum Gerindra dan pengurusnya mengunjungi kantor DPP PSI Jalan Wahid Hasyim Jakarta. Prabowo disambut Ketum PSI Giring Ganesha, Wakil ketua dewan pembina Grace Natalie, dan pengurus PSI lainnya. 


Kunjungan Partai Gerindra ini memantik perdebatan serius di ruang publik, serta meng.... posisi ideologis PSI dan slogan "Tegak Lurus Bersama Pak Jokowi". PDIP termasuk salah satu pihak yang berkepentingan merespon kunjungan Gerindra tersebut. Dalam satu wawancara dengan wartawan, Puan Maharani mengatakan bahwa PDIP juga menyambut baik komunikasi yang dilakukan oleh PSI dengan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Ia juga disebutnya bersedia datang jika PDIP memang diundang oleh partai yang dipimpin Giring Ganesha itu (Republika Online 4 Agustus bit.ly/3P1uUI0). 


Wacana silaturahmi oleh Gerindra ini dianggap dapat membuat PDIP tertinggal. Apalagi, nasib pemenangan Ganjar Pranowo menjadi taruhan bagi PDIP. Manuver demi manuver PSI selalu menciptakan ruang sempit bagi PDIP. 


PSI Cawapreskan Gibran


Saban waktu, pada 10 Maret 2023, PSI daftarkan permohonannya ke MK agar syarat untuk capres dan cawapres yang minimal 40 tahun itu, dapat dilonggarkan menjadi 35 tahun (rb.gy/95l8p). Belakangan, motif untuk cawapreskan Gibran dengan berkedok permohonan ke MK ini, terkuak. Wacana PSI ini menimbulkan kontroversi yang serius. 


Wacana ini menggelinding seperti bola salju, kian kuat, kian membesar dan kian masuk akal. PDIP yang merasa Gibran adalah "miliknya", dipaksa naik di kendaraan wacana Gibran Cawapres ini, yang dikendalikan oleh PSI. Apa yang terjadi pada PDIP ketika menumpang di kendaraan wacana PSI ini? Seperti biasa, PDIP selalu menyesuaikan diri sebagai konsumen. 


Menurut Puan Maharani, PDIP akan pertimbangkan Gibran jadi cawapres Ganjar jika MK kabulkan gugatan batas umur (Tempo 17 Agustus rb.gy/o8r52). Jika PDIP benar dengan pernyataan ini, pasti PSI persilakan PDIP menikmati perjuangannya di MK. 


Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa PDIP memang masih tertinggal dari PSI untuk memimpin wacana demokrasi di Indonesia. Kenyataan bahwa PDIP terus dikepung wacana produksi PSI yang partai kecil itu tidak bisa disangkali. Dengan kata lain, PSI sebagai trend-setter sedangkan PDIP adalah follower.  


Perbedaan posisi PDIP dan PSI terlihat jelas bagaimana keduanya memperlakukan Presiden Joko Widodo. Presiden Joko Widodo adalah pemberian penting dari alam dan Tuhan kepada Bangsa Indonesia. PSI membaca hal ini sehingga tidak ingin mensia-siakan pemberian penting ini. PSI juga membaca bahwa PDIP akan meninggalkan pemberian penting ini setelah Pemilu 2024. 


Demikianlah menjelang Pemilu 2024, PSI konsisten tegas lurus bersama Pak Jokowi. Sedangkan PDIP masih ragu tegak lurus bersama Pak Jokowi sampai saat ini. Saya malah berani katakan, PDIP konsisten tegak lurus bersama Ibu Megawati daripada bersama Pak Jokowi. 


Makassar, 18 Agustus 2023



Selengkapnya >>

follow me @maqbulhalim