MH MAQBUL HALIM
Maqbul Halim yang terus bergerak dan hal-hal yang sengaja tidak diketahui. Maqbul adalah seorang hamba Tuhan yang tidak pernah sempurna. Hidupnya kaya karena banyak kekurangan. Dunia kecil Maqbul di blog ini, semuanya adalah cerita yang diceritakan.
SELAMAT DATANG
Kamis, 21 November 2024
Trend Positif Ekstrim Andi SETO Bakal Kubur Impian MULIA
Jumat, 27 September 2024
Prediksi Choel-Cuya Persis Sama Hasil Undian KPU Makassar: SEHATI dan MULIA
Sementara Muhammad Surya bertaruh untuk Danny Pomanto - Fatmawati Rusdi. Danny Pomanto adalah calon walikota yang didiskualifikasi pada Pilkada Makassar 2018. Untuk menghindari wacana negatif yang berkepanjangan nantinya, kedua tokoh ini sepakat membatalkan taruhan tersebut seminggu sebelum pencoblosan 27 Juni 2020.
Senin, 12 Agustus 2024
Obral-Kata: Kotak-kotak di Pilgub Sulsel 2024
Maqbul Halim
Paslon Sudirman-Fatma bakal melaju tanpa lawan di Pilgub Sulsel 2024. Untuk sementara, seperti itu kabarnya. Tersisa PKB dan PDI Perjuangan yang sampai sekarang tetap berdiri tegar menolak mendukung Paslon Sudirman-Fatma. Partai PPP yang terus meyakinkan dirinya dan publik mendukung pencalonan Danny Pomanto, mulai terlihat sosoknya di kubu Sudirman-Fatma.
Pada sisi lain, Danny Pomanto yang diklaim publik sebagai penantang Amran Sulaiman (berikut adiknya yang bakal Cagub, Sudirman Sulaiman) di Pilgub Sulsel 2024, mengakui bahwa ada kesulitan membangun koalisi parpol yang akan mencalonkannya. Kesulitan itu bukanlah berasal parpol itu sendiri.
Kubu Danny mengklaim diri sebagai pelindung nafas demokrasi di Pilgub Sulsel 2024. Jika Danny tidak mampu menembus kekuatan tembok besar untuk menjadi cagub di Pilgub Sulsel 2024, kata klaim kubu Danny, maka demokrasi di Sulawesi Selatan bakal "tutup usia", dan Sulawesi Selatan bakal tanpa kemajuan dan akan terus mundur.
Tema darurat yang diusung Danny saat menjamu makan malam para pimpinan DPW PPP Sulsel, DPW PDI Perjuangan Sulsel, dan DPW PKB Sulsel di kediaman Danny, Minggu (4/8), adalah Selamatkan Demokrasi di Sulsel dan Selamatkan Sulawesi Selatan. Tema darurat ini secara tidak langsung menggambarkan rapuhnya koalisi parpol yang dibangun Danny Pomanto. Tidak tampak narasi membangun Sulawesi Selatan.
Sementara, pihak Sudirman Sulaiman juga tidak menyerah menyakinan publik bahwa mereka juga berkomitmen tinggi menjaga dan menghidupkan demokrasi di Sulsel. Terakhir, mereka tunjukkan komitmen itu. Mereka menggambarkan pihaknya dalam posisi sulit, yakni tidak mungkin menolak Partai PPP yang dirumorkan menyerahkan diri ke kubu Sudirman Sulaiman.
Kita juga sudah tahu adanya pernyataan resmi di pihak Sudirman Sulaiman tentang hal ini, bahwa jika mereka menerima "penyerahan diri" Partai PPP tersebut, maka Paslon Sudirman-Fatma bakal tanpa lawan di Pilgub Sulsel 2024. Di sini dapat dipahami bahwa inisiatif Partai PPP bergabung ke kubu Paslon Sudirman-Fatma, pada dasarnya berasal dari Partai PPP itu sendiri.
Artinya, Partai PPP-lah yang menentukan hidup matinya demokrasi di Sulsel, bukan kubu Sudirman Sulaiman. Jika Partai PPP tetap bersama Danny Pomanto, maka demokrasi di Sulsel akan tetap hidup, Sulawesi Selatan terselamatkan. Jawaban terbaik untuk ikhwal demokrasi di Sulsel saat ini, dengan demikian, ada pada keputusan Partai PPP nantinya.
Pertanyaannya sekarang, apakah Partai PPP berniat menyelamatkan demokrasi di Sulsel, menyelamatkan Sulawesi Selatan? Jika Partai PPP berniat namun tidak mampu untuk itu, tentu ini juga masalah yang, lagi-lagi hanya Partai PPP sendiri yang tahu. Jika Partai PPP punya rencana tidak mau menyelamatkan, lagi-lagi, Partai PPP juga yang lebih tahu.
Sekali lagi, tanggung jawab penyelamatan demokrasi di Sulsel dan Sulawesi Selatan, bukanlah berada di pihak Danny Pomanto, Pihak Sudirman Sulaiman, bukan pula di KPU, di bawaslu, di masyarakat Sulsel, melainkan ada pada pundak Partai PPP. Di sinilah kita tunggu komitmen Partai PPP.
Kembali ke posisi Danny Pomanto, walikota Makassar ini sudah berusaha sedemikian rupa agar bisa menjadi calon gubernur. Sebagai manusia, ia sudah merencanakan menyelamatkan Sulawesi Selatan dan demokrasi di Sulsel. Namun, istilah keren anak lorong di Makassar, manusia merencanakan, uang yg menentukan. Yaa, uang dan Partai PPP, tentunya.
Kabarnya, kubu Sudirman Sulaiman siap dengan semua opsi: siap melawan calon, dan atau siap melawan kotak kosong. Yang mereka tidak siap adalah melawan keinginan Partai PPP untuk bergabung mencalonkan Sudirman-Fatma di Pilgub Sulsel 2024. Partai PPP itu ibarat di tamu di rumah Pemenangan Sudirman-Fatma, yang datang secara baik-baik, namun (mungkin) masih sungkan.
Konon, PDI Perjuangan dan PKB tidak akan mundur sesenti pun di Pilgub Sulsel 2024. Kedua partai ini tegas: tidak akan ada calon tunggal, dan tidak akan ada kotak Kosong. Tapi, apa daya kedua partai ini jika Partai PPP berkehendak lain. Mungkin kubu Sudirman sudah punya argumen, "Kami sudah berdoa agar tidak ada kotak kosong." Tapi, bagaimana jika doa itu tidak dikabulkan!
Nah, demikian obral-kata sore hari ini. Ada adagium mengatakan: jika seseorang menyandarkan harapannya kepada calon kepala daerah di Pilkada untuk mendapatkan kesejahteraan, maka orang itu akan kehilangan harapan dan kesejahteraannya. []
Makassar, 12 Agustus 2024
Kamis, 25 April 2024
Butuh Mahkamah Sosial, bukan Mahkamah Konstitusi
Jumat, 01 Desember 2023
Lintasan Politik MAQBUL HALIM
- Lahir: BELAWA - WAJO: 02 Februari 1972
- Staf Khusus Pemerintah Kota Makassar (2022-2024)
- Sekretaris DPW Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Sulsel (2023-sekarang)
- Pengurus PDK KOSGORO 1957 Provinsi Sulsel (2021-sekarang)
- Mantan Ketua MASIKA (Pemuda) ICMI Sulsel (2005-2010)
- Anggota Majelis Pengurus ICMI Orwil Sulsel (2017-2022 dan 2023-Sekarang)
- Mantan Komisioner KPU Kota Makassar (2003-2008)
- HMI Cabang Makassar dan KAHMI Sulsel (Sejak 1995)
- IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah) (Sejak 1985)
- SARJANA KOMUNIKASI FISIP - UNHAS (Angkatan 1992)
- Alumni KOSMIK UNHAS (1999)
- Koran Kampus IDENTITAS UNHAS (Sejak 1994)
- Komisaris PT GMTD Tbk - Tanjung Bunga Makassar (Sejak 2021)
Sabtu, 04 November 2023
Kebesaran PDIP dan Kekecilan Jokowi
Oleh Maqbul Halim
Narasi yang populer akhir-akhir ini adalah kehebatan PDI Perjuangan (PDIP) dan Joko Widodo (Jokowi). Dua entitas ini lalu bergeser dari satu kesatu-paduan menjadi dua kutub yang terpisah, bertentangan. Banyak perbincangan mengenai dua entitas yang sedang konfrontatif saat ini. Asumsi utamanya, Jokowi tidak ada apa-apanya jika tidak ada PDIP.
Akun X (twitter) @hasyimmah dengan nama Hasyim Muhammad melontarkan pertanyaan, betulkah Jokowi berutang pada PDIP? Jawaban Hasyim sendiri mengatakan TIDAK. Pertanyaan dan jawaban ini adalah respon atas narasi framing dari kalangan PDIP bahwa Jokowi itu tidak ada apa-apanya. PDIPlah yang membuat Jokowi jadi walikota, jadi gubernur, jadi presiden.
Hasyim mengajukan narasi tandingan. Begini mas, kata Hasyim, di Solo itu ada ratusan tukang mebel. Tolong ambil satu tukang mebel lagi dan jadikan presiden kalau memang itu karena kehebatan PDIP. Mungkin Hasyim setuju jika dikatakan, tukang mebel itu jadi walikota Solo saja, terlalu tinggi jika langsung dijadikan presiden.
Ada lagi yang lain soal pidato Megawati yang sudah banyak disimak di media sosial, mengatakan bahwa tanpa PDIP, Jokowi tidak bisa apa-apa (kasihan Jokowi). Jawabannya adalah, bahwa sudah tiga kali Megawati dicapreskan oleh PDIP dan ketiga kali itu pula gagal.
Kali pertama adalah pemilihan presiden oleh anggota MPR/DPR pada tahun 1999. Waktu itu, PDIP menjadi pemenang Pemilu 1999, mengalahkan Partai Golkar. Saat pencoblosan oleh anggota MPR, Megawati kalah dari Gus Dur yang didukung oleh partai pendatang baru, Partai PKB.
Kali kedua adalah Pemilu Presiden 2004. Megawati maju berpasangan dengan mantan Ketua PB NU Hasyim Muzadi, diusung oleh PDIP. Megawati-Hasyim dikalahkan di putaran kedua oleh Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berpasangan dengan Jusuf Kalla, dan diusung oleh Partai Demokrat. Pada Pemilu Pilpres 2004 ini, Megawati masih menjabat presiden RI, menggantikan Gus Dur yang dilengserkan oleh MPR.
Kali ketiga adalah Pemilu Presiden 2009. Megawati berpasangan dengan Prabowo Subiyanto, diusung oleh PDIP dan Partai Gerindra. SBY yang berpasangan Budiono menang satu putaran mengalahkan Mega-Prabowo. Pengusung utama SBY adalah Partai Demokrat, partai pendatang baru.
Jadi, tiga kali Megawati diusung PDIP, tiga kali kalah. Dalam tiga kasus ini, PDIP tidak dapat disebut penentu kemenangan, sekaligus juga bahwa belum tentu penentu kekalahan.
Beberapa akun akun sosmed yang tidak bersimpati kepada PDIP dan Megawati berkomentar. Mereka bilang bahwa untung ada Jokowi sehingga PDIP bisa memenangi Pilpres dua kali berturut-turut, Pilpres 2014 dan Pilpres 2019. Bahkan, ujar mereka, PDIP juga ikut mendapatkan efek ekor jas dari pencapresan Jokowi. PDIP menjadi pemenang Pemilu 2014 dan Pemilu 2019.
Jelang Pemilu Presiden 2024, PDIP telah mencoba meng-endorse Puan Maharani, Ketua DPP PDIP dan anak Megawati Ketua Umum PDIP, untuk berlaga pada Pemilu Pilpres 2024. Pada saat yang sama, Kader PDIP Ganjar Pranowo Gubernur Jawa Tengah juga sedang menjadi primadona bakal capres di luar PDIP. Selama kurang lebih setahun, hasil olahan PDIP untuk Puan tidak maksimal. Elektabilitasnya tidak pernah tembus tiga persen, sementara Ganjar moncer di atas 22 persen.
Tesis sementaranya ada dua. Pertama, Puan Maharani didorong oleh PDIP. Sementara Ganjar didorong oleh Jokowi. Sejak awal, PDIP menggandeng Puan dan Jokowi menggandeng Ganjar. Rivalitas PDIP dan Jokowi sudah dimulai di sini. Saat elektabilitas Puan jalan di tempat pada angka kurang dari tiga persen, Jokowi umumkan Ganjar sebagai capresnya yang dibungkus dengan ciri berambut putih. Apa yang terjadi setelah itu? PDIP tinggalkan puan dan merebut Ganjar yang sedang dipersiapkan oleh Jokowi.
Jadi, PDIP bukan faktor pada Pemilu Pilpres. Yang menjadi faktor adalah sosok atau figur. Itulah yang terjadi pada figur Gus Dur, SBY, Jokowi, dan Ganjar. PDIP telah calonkan Megawati sebanyak tiga kali, dan tiga kali tak ada yang menang. Sebaliknya, begitu mencalonkan Jokowi yang bukan siapa-siapa, barulah PDIP menikmati dua kali kemenangan di Pilpres.
Jadi, pihak mana yang harus berterima kasih, Jokowi atau PDIP? Tahun 2024 menunggu, apakah PDIP bisa menangkan Ganjar! []
Makassar, 4 Nopember 2023
Jumat, 01 September 2023
Maqbul Halim Sebut Pilkada Serentak November 2024 Bisa Sulitkan Keluarga Jokowi
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Praktisi netisen asal Makassar, Maqbul Halim, menilai wacana percepatan Pilkada 2024 berpeluang menguntung keluarga Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Sebaliknya, Maqbul Halim menilai gelalan pilkada serentak pada 27 November 2024 bisa menyulitkan keluarga Jokowi di arena.
Hal itu disampaikan Maqbul Halim dalam cuitan di Twitternya menanggapi wacana percepatan Pilkada 2024 dari jadwal semula 27 November 2024 ke bulan September.
Maqbul Halim mengatakan, jika Pilkada digelar pada November 2024, Jokowisudah bukan presiden.
"Itu menyulitkan kesuksesan keluarga Pak Jokowi yang ikut pilkada 2024," kata Maqbul melalui cuitannya di Twitter.
Hal berbeda jika pilkada serentak digelar pada September 2024.
Jokowi masih menjabat Presiden.
"Karena itu, rasional jika Pilkada digelar sebelum presiden baru dilantik. Presiden Mempertanyakan Urgensi Perppu Pilkada," kata Maqbul Halim.
Sebelumnya berkembang wacana percepatan Pilkada 2024 dari jadwal semula 27 November 2024 ke bulan September.
Dilansir dari Harian Kompas, Senin (28/8/2023), Ketua Kelompok Fraksi PDI-P DPR RI, Arif Wibowo mengakui bahwa Komisi II DPR RI telah memperoleh paparan dari pemerintah terkait draf perppu percepatan pilkada.
Secara umum, pilkada akan maju ke September 2024 dan pemungutan suaranya digelar dua tahap, yaitu pada 7 dan 24 September 2024.
Kemudian, kepala daerah terpilih akan dilantik pada akhir 2024.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Yanuar Prihatin menilai bahwa wacana percepatan Pilkada 2024 dari jadwal semula 27 November 2024 ke bulan September menimbulkan prasangka.
"Perubahan jadwal ini berpotensi menimbulkan kegaduhan baru, sekaligus mendorong munculnya ketidakpercayaan publik kepada penyelenggara pemilu dan pembuat undang-undang (DPR dan pemerintah)," ujar Yanuar dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Rabu (30/8/2023).
"Perubahan ini akan terkesan dipaksakan karena berlangsung di tengah berjalannya tahapan pemilu (pemilihan umum)," katanya lagi.
Oleh karena itu, Yanuar menegaskan bahwa wacana ini harus dikaji lebih mendalam.
Menurutnya, energi politik sebaiknya difokuskan untuk mensukseskan tahapan yang sedang berjalan agar pelaksanaan pemilu pada Februari 2024 tidak mengalami goncangan.
Apalagi, sejak tahapan Pemilu 2024 dimulai pada Juni 2022, sudah amat banyak isu panas yang menerpa kesiapan penyelenggaraan pemilu dan membuat situasi politik sedikit memanas.
Isu-isu itu meliputi wacana penundaan pemilu, perpanjangan masa bakti presiden menjadi tiga periode, serta pengambilalihan kewenangan penataan dapil (daerah pemilihan) dari pembuat undang-undang ke penyelenggara pemilu.
Kemudian, debat sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup, hingga mempersoalkan umur calon presiden yang kini tengah bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kini, disodorkan debat baru tentang perubahan jadwal pilkada serentak. Tidak tertutup kemungkinan masih ada lagi isu lainnya yang masih disimpan untuk dikeluarkan pada waktu berikutnya," ujar Yanuar.
Ia lantas mempertanyakan alasan wacana percepatan Pilkada baru diumbar saat ini, ketika tahapan Pemilu 2024 semakin penting dan padat serta konstelasi politik mulai mencapai klimaks.
Padahal, pelaksanaan Pilkada pada November 2024 merupakan amanat Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang batal direvisi oleh pemerintah dan DPR pada 2021 lalu.
"Seandainya perubahan jadwal ini dilakukan beberapa bulan sebelumnya, yakni saat membahas jadwal Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2024, suasananya pastilah lebih kondusif. Secara psikologis tidak akan menimbulkan prasangka karena jadwal pilkada serentak ditetapkan bersama dengan jadwal pemilu," kata Yanuar.
"Tentu wajar bila muncul pertanyaan. Kenapa wacana ini baru disodorkan sekarang, dan bukannya jauh-jauh hari saat jadwal Pemilu 2024 belum diputuskan?" ujarnya lagi.
Ia kemudian mengeklaim, belum ada forum resmi yang digelar antara pemerintah dan DPR terkait rencana penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk merevisi jadwal Pilkada 2024 sebagaimana diatur di dalam UU Pilkada.
Namun, Yanuar mengakui bahwa sudah ada wacana dan komunikasi-komunikasi informal berkaitan dengan percepatan Pilkada ini.
Lebih lanjut, Yanuar menilai bahwa percepatan Pilkada 2024 ke bulan September justru berpotensi lebih tidak netral.
Sebab, itu berarti pilkada digelar di bawah rezim lama yang masih berkuasa.
Ia juga menganggap, jika masalah adalah faktor keamanan, seharusnya Pilkada 2024 cukup digelar dua tahap di bulan November yang sama dengan jarak dua sampai tiga pekan agar personel Polri tak terpecah.(*)
Artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com dengan judul Maqbul Halim Sebut Pilkada Serentak November 2024 Bisa Sulitkan Keluarga Jokowi, https://makassar.tribunnews.com/2023/09/01/maqbul-halim-sebut-pilkada-serentak-november-2024-bisa-sulitkan-keluarga-jokowi?page=3.
Jumat, 18 Agustus 2023
PDIP Follower, PSI Trend-setter
Oleh Maqbul Halim
PSI Capreskan Ganjar
Tanggal 3 Oktober 2022, PSI mendeklarasikan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai calon presiden RI Pemilu 2024 (bit.ly/3sikWt1). Deklarasi ini merupakan hasil Rembuk Rakyat di internal PSI. Deklarasi ini muncul di tengah bungkamnya PDIP terhadap Ganjar Pranowo. Ganjar dianggap kontraproduktif terhadap usaha keras PDIP mencapreskan Puan Maharani, anak kandung Megawati, Ketum PDIP.
Ada juga yang menganggap ini upaya PSI mengimbangi Anies Basewedan yang baru saja dideklarasikan oleh Partai Nasdem 3 Oktober 2022 (bit.ly/3E0UR4d). Untuk kepentingan kelanjutan pembangunan Presiden Joko Widodo, PSI pasti jatuhkan pilihan kepada Ganjar daripada ke yang tidak mungkin, yakni Anies.
Saya berpikir, PDIP sulit menghindari elektabilitas Ganjar yang makin jauh tinggalkan Puan Maharani. Itulah sebabnya, PDIP terpojok dan harus putuskan Ganjar sebagai capres PDIP pada 21 Maret 2023 (bit.ly/45uHvZJ) di Batutulis Bogor. Selama 6 bulan, PDIP tidak tahan terus-terusan menghindar dari lingkaran diskursus yang dibangun PSI: Capres Ganjar Pranowo. Sebagai pengganjal harga diri partai besar, PDIP tetap tidak mengakui pencapresan Ganjar oleh PSI sebelumnya.
PSI Calonkan Kaesang
Belum benar-benar tuntas diskursus Ganjar sebagai capres, PSI kembali luncurkan wacana Kaesang Pangarep sebagai calon walikota, 3 Juni 2023. Kali wacana ini, Kaesang digadang oleh PSI menjadi calon walikota Depok pada pilkada serentak 2024 mendatang. PSI meminta restu Joko Widodo untuk calonkan Kaesang di Pilkada Depok 2024 (bit.ly/47uicZw). Bahkan PSI mengajak PDIP ikut mendukung pencalonan Kaesan ini. Respon yang muncul adalah PDIP menyerang PSI. PDIP sebut terjadi kegagalan pengkaderan di PSI sehingga memilih mencalonkan yang bukan kader PSI di Pilkada Depok 2024.
Awalnya, saya kira PKS sebagai "pemilik" Kota Depok yang terpojok di depan wacana PSI ini. Ternyata yang terpojok adalah PDIP. Tak ingin ketinggalan wacana PSI, PDIP langsung tampil gagah-lantang meletakkan Kaesang sebagai perisai melawan PKS pada Pilkada Depok 2024 mendatang. PDIP tidak membutuhkan malu berjalan di jalannya sendiri mengikuti wacana PSI ini. Pada 22 Juni 2023, PDIP bakar semangat relawan Ganjar di Depok untuk mendukung Kaesang calon walikota Depok (bit.ly/45y04fv). PDIP tetap setia mengekor di belakang PSI.
PSI Hendak Kaderkan Kaesang
Juru Bicara PSI Cheryl Tanzil pernah mengajak Kaesang gabung menjadi kader di PSI pada 26 Januari 2023 (bit.ly/3YE5SBW). Ajakan ini diperkuat lagi oleh Ketua PSI Sigit Widodo pada 6 Juli 2023.
"Sejak Januari tahun ini, PSI secara terbuka sudah mengajak Mas Kaesang untuk bergabung ke PSI dan sampai saat ini PSI terbuka dan akan sangat gembira jika Mas Kaesang bergabung ke PSI," kata Sigit kepada Kompas.com (bit.ly/44gqEsG).
Suatu waktu, 8 Juni 2023, Kaesang tampil di hadapan publik mengenakan baju kaos PSI bareng Ketum PSI Giring Ganesha. Keesokan hari, Ketua DPP PDIP Puan Maharani langsung memberikan tanggapan. Kata ketua DPR RI ini, dirinya akan menanyakan kepada Kaesang, apakah dia mau masuk PDIP atau tidak (Kompas, 9 Juni bit.ly/3QDhQKe). Selain itu, PDIP juga layangkan peringatan serius kepada Kaesang dan Joko Widodo, bahwa "haram" hukumnya kader PDIP sekeluarga berbeda partai.
Lagi dan lagi, PDIP tidak sungkan berbaris mengikut di belakang wacana PSI.
PSI Terima Kunjungan Partai Gerindra
Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie mengumumkan bahwa partainya bakal menerima kunjungan ketua Partai Gerindra Prabowo Subiyanto dan pengurus lainnya (Detiknews, 1 Agustus bit.ly/44gE6gf). Betul, Rabu sore 2 Agustus, Ketum Gerindra dan pengurusnya mengunjungi kantor DPP PSI Jalan Wahid Hasyim Jakarta. Prabowo disambut Ketum PSI Giring Ganesha, Wakil ketua dewan pembina Grace Natalie, dan pengurus PSI lainnya.
Kunjungan Partai Gerindra ini memantik perdebatan serius di ruang publik, serta meng.... posisi ideologis PSI dan slogan "Tegak Lurus Bersama Pak Jokowi". PDIP termasuk salah satu pihak yang berkepentingan merespon kunjungan Gerindra tersebut. Dalam satu wawancara dengan wartawan, Puan Maharani mengatakan bahwa PDIP juga menyambut baik komunikasi yang dilakukan oleh PSI dengan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Ia juga disebutnya bersedia datang jika PDIP memang diundang oleh partai yang dipimpin Giring Ganesha itu (Republika Online 4 Agustus bit.ly/3P1uUI0).
Wacana silaturahmi oleh Gerindra ini dianggap dapat membuat PDIP tertinggal. Apalagi, nasib pemenangan Ganjar Pranowo menjadi taruhan bagi PDIP. Manuver demi manuver PSI selalu menciptakan ruang sempit bagi PDIP.
PSI Cawapreskan Gibran
Saban waktu, pada 10 Maret 2023, PSI daftarkan permohonannya ke MK agar syarat untuk capres dan cawapres yang minimal 40 tahun itu, dapat dilonggarkan menjadi 35 tahun (rb.gy/95l8p). Belakangan, motif untuk cawapreskan Gibran dengan berkedok permohonan ke MK ini, terkuak. Wacana PSI ini menimbulkan kontroversi yang serius.
Wacana ini menggelinding seperti bola salju, kian kuat, kian membesar dan kian masuk akal. PDIP yang merasa Gibran adalah "miliknya", dipaksa naik di kendaraan wacana Gibran Cawapres ini, yang dikendalikan oleh PSI. Apa yang terjadi pada PDIP ketika menumpang di kendaraan wacana PSI ini? Seperti biasa, PDIP selalu menyesuaikan diri sebagai konsumen.
Menurut Puan Maharani, PDIP akan pertimbangkan Gibran jadi cawapres Ganjar jika MK kabulkan gugatan batas umur (Tempo 17 Agustus rb.gy/o8r52). Jika PDIP benar dengan pernyataan ini, pasti PSI persilakan PDIP menikmati perjuangannya di MK.
Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa PDIP memang masih tertinggal dari PSI untuk memimpin wacana demokrasi di Indonesia. Kenyataan bahwa PDIP terus dikepung wacana produksi PSI yang partai kecil itu tidak bisa disangkali. Dengan kata lain, PSI sebagai trend-setter sedangkan PDIP adalah follower.
Perbedaan posisi PDIP dan PSI terlihat jelas bagaimana keduanya memperlakukan Presiden Joko Widodo. Presiden Joko Widodo adalah pemberian penting dari alam dan Tuhan kepada Bangsa Indonesia. PSI membaca hal ini sehingga tidak ingin mensia-siakan pemberian penting ini. PSI juga membaca bahwa PDIP akan meninggalkan pemberian penting ini setelah Pemilu 2024.
Demikianlah menjelang Pemilu 2024, PSI konsisten tegas lurus bersama Pak Jokowi. Sedangkan PDIP masih ragu tegak lurus bersama Pak Jokowi sampai saat ini. Saya malah berani katakan, PDIP konsisten tegak lurus bersama Ibu Megawati daripada bersama Pak Jokowi.
Makassar, 18 Agustus 2023