Postingan

TENTANG

Maqbul Halim Itu

Nama saya adalah MAQBUL HALIM.  Maqbul adalah nama pemberian dari ayah Abd Halim (meninggal 10 September 2017), seorang petani sakti. Pendidikan terakhir saya adalah sarjana Ilmu Komunikasi di Universitas Hasanuddin Makassar tahun 1999. Saya menyelesaikan pendidikan sampai SMA di Kabupaten Wajo.  Saya lahir pada 2 Februari 1972 pada sebuah desa kecil dan terpencil di Kecamatan Belawa, Kabupaten Wajo (210 km sebelah utara Kota Makassar). Saya dibesarkan di kampung halaman ini bersama enam saudara kandung lainnya, tiga laki-laki dan dua perempuan. Ibu saya adalah Andi Tenriesa Laibu (75 tahun) yang juga tetap bermukim di Belawa sampai saat ini.  Berbagai aktivitas saya pernah geluti, antara lain jurnalist (wartawan), aktivis NGO, politisi, organisasi pelajar dan mahasiswa, pengurus organisasi kemasyarakatan, penyelenggara pemilu, pengusaha, tim ahli pemerintahan, peneliti dan konsultan media dan jurnalistik, dan lain-lain.  Di antara semua aktivitas-aktivitas itu, saya...

Orator Cuci Piring

Gambar
IDENTITAS (Pernah) Dua Wajah (7 selesai) Oleh Maqbul Halim Pada momen Bantimurung , ada semacam ruang membandingkan antara statusku sebagai reporter magang dan tanggung jawabku berhadapan dengan polisi dan tentara waktu itu. Saya menganggap itu bukan ujian, tapi keasyikan melayani Identitas di teras depan. Selain itu, dan seiring waktu yang mengharuskanku mejalani proses reporter magang, saya merasa sedang menapaki anak tangga yang tidak menanjak. Bagaimana tidak, saya mempersepsi diriku waktu itu sebagai aktivis mahasiswa yang sedang moncer di catwalk Mimbar Bebas kampus. Saya diberi julukan podium "Makcbulatov". Beberapa senior aktivis mahasiswa keceplos memujiku, sebagai aktivis mahasiswa yang sedang naik daun (bukan ulat ya). Nyatanya, selama berbulan-bulan, kami justru mendapatkan tugas mencuci piring dan gelas kotor.  Di kantor Identitas lantai VI rektorat, tidak ada sofa, atau semacam ruang tamu. Yang ada hanya meja kerja khusus untuk komputer PC yang waktu itu masih C...

Murung di Bantimurung

Gambar
IDENTITAS (Pernah) Dua Wajah (6) Oleh Maqbul Halim Rasa-rasanya pada sore itu, yang tersisa hanya "gerombolan" Identitas yang masih utuh duduk melingkar berkumpul di bawah gasebo, dalam cahaya hutan yang kian temaram. Gasebo ini memang tidak dilengkapi pencahayaan untuk rapat pada malam hari. Suara mengaji dari speaker TOA masjid menjadi penanda bakal tiba waktu solat magrib, tidak lama lagi. Seorang petugas pengelola wisata Bantimurung menghampir gasebo kami, dan butuh berkomunikasi dengan penanggung jawab kegiatan. Mungkin sekadar untuk menyampaikan sebuah pesan. Saya lalu bergegas menjauh dari gasebo sembari menggiring petugas tersebut agar perbincangan raker di gasebo  tidak terganggu. Saya memberi isyarat telunjuk di bibir, agar petugas ini menahan diri untuk tidak berbicara sebelum posisi kami betul-betul sudah jauh dari gasebo.  Inti kedatangan petugas pengelola ini hanya menyampaikan dan mengingatkan bahwa waktu bagi tamu untuk kunjungan wisata telah habis dan rombon...

Sengketa di Layout Tempelan

Gambar
IDENTITAS (Pernah) Dua Wajah (5)  Oleh Maqbul Halim Sebelumnya, saya sempat menyebut ada sisa ketegangan di dapur redaksi Identitas saat hari berangkat raker ke Bantimurung. Seorang senior dan juga petinggi Identitas, merasa dirinya dizalimi. Senior ini sudah ber-Identitas lebih dahulu 4 tahun daripada saya sendiri. Di kesempatan itu, dia menuding adik-adiknya yang masih berstatus reporter magang, telah berbuat zalim pada dirinya. Dia memprotes perlakuan tersebut, namun sepertinya dia tidak ingin frontal. Saya tidak menyangka ia hanya mengeluh seperti itu. Bukan waktaknya yang seperti itu. Kalau ada kata yang tidak tepat namun tidak meleset jauh untuk menggambarkan sosoknya, saya pilih kata angker.  Peran senior ini sangat strategis, karena bertugas sebagai produser, terutama saat proses pra cetak Identitas di percetakan Sulawesi Jln Mappanyukki. Selain sebagai produser, dia juga masih aktif meliput dan menulis berita sebagai reporter. Kalau dia sudah turun meliput, saya dan ...

Identitas versus Wajah Sendiri

Gambar
IDENTITAS (Pernah) Dua Wajah (4) Oleh Maqbul Halim Selama di dapur redaksi Identitas, saya menemukan penerbitan ini mirip salah satu dewa dalam mitologi Yunani, yakni Dewa Janus. Dewa ini dikenal berwajah dua, satu wajahnya menghadap ke depan, yang satunya menghadap ke belakang (seharusnya wajah itu menghadap ke depan, tidak ada ke belakang, seperti halnya tak ada punggung yang menghadap ke depan). Dalam tubuh Identitas, terdapat dua kepribadian (tapi bukan tentang keperibadian ganda), kata lain dari Dewa Janus Berwajah Dua. Pribadi pertama adalah merefleksikan kepentingan pemerintah/rektor, dan kepribadian kedua merefleksikan kepribadian gerakan mahasiswa (baik konteks Unhas maupun konteks nasional). Dua wajah atau pribadi ganda, kerap membuat banyak pihak bersikap gamang terhadap Identitas. Itulah sebabnya, tidak selamanya gerakan mahasiswa Unhas waktu itu mesti selalu memperlakukan Identitas sebagai mesin politik pemerintahan Orde Baru, sebab wajah gerakan mahasiswa juga ada di Iden...

Kontroversi dan Differensi

Gambar
IDENTITAS (Pernah) Dua Wajah (3) Oleh Maqbul Halim Di Identitas , saya mendapati wadah ini seperti jendela untuk melihat Unhas dan Indonesia jauh lebih lebar. Tentang Unhas sebagai contoh, saya bisa mengenalnya melalui banyak sudut pandang, sudut pandang mahasiswa, aktivis kampus, penggerak organisasi kemahasiswaan kampus, dosen, birokrat kampus, guru besar, penjaga toko buku, atau loper koran. Mereka semua adalah nara sumber berita untuk liputan Identitas. Dan dari mereka, dengan ulasan redaksi Identitas, kampus Unhas bisa dibuat menjadi adem, bisa gaduh, bisa plin-plan, bisa seperti kandang pikiran hewan.  Selalu ada perbedaan sudut pandang antara mahasiswa dan aktivis mahasiswa melihat perilaku birokrasi kampus. Mahasiswa memandang birokrasi kampus sebagai elemen pemerintah yang bertugas melayani fungsi Tri Dharma Perguruan Tinggi. Sedangkan aktivis mahasiswa memandang birokrat kampus sebagai perpanjangan tangan rezim Orde Baru dan Militer menjalankan misi menjadikan civitas...